Narcos Filipina


508

Narcos Filipina

Oleh: Ndaru Anugerah – 19032025

Mengapa ICC mencokok seorang Duterte?

Narasi resmi yang dibangun media mainstream adalah karena kebijakan War on Drugs yang pernah digelar, dengan membentuk pasukan pencabut nyawa bagi anggota kartel narkoba yang ada di Filipina.

Total ribuan nyawa melayang karena ditenggarai terlibat jaringan narkoba semasa kepemimpinan Rodrigo Duterte. Dan ini berkaitan dengan penghilangan nyawa manusia yang tentu saja menyinggung kasus HAM. Untuk itulah ICC turun tangan mencokok Duterte. (https://www.reuters.com/world/asia-pacific/what-is-icc-warrant-against-ex-philippines-president-duterte-2025-03-11/)

Memang seberapa besar kartel narkoba di Filipina?

Merujuk data yang dirilis UNODC di tahun 2016 silam, badan dunia yang mengurusi masalah narkoba dan kejahatan, pengguna narkoba di Filipina lebih rendah dari rata-rata global. “Jadi nggak terlalu perlu menggelar War on Drugs,” begitu kurleb-nya. (https://www.amnesty.org/en/latest/news/2016/10/philippines-dutertes-hundred-days-of-carnage/)

Namun data berbeda dikemukakan Duterte. Dia mengklaim data peredaran narkoba di negara-nya cukup menguatirkan. “Negara ini bisa jatuh ke dalam negara narkotika,” ungkapnya. (https://www.rappler.com/philippines/118004-crime-drugs-philippines/)

Memangnya apa jenis narkotika yang banyak beredar di Filipina?

Kalo nggak metamfetamin hidroklorida alias shabu, ekstasi ya pasti mariyuana. Tiga jenis itulah yang paling populer untuk diburu pengguna-nya karena harga-nya relatif terjangkau. (https://web.archive.org/web/20160507141853/http://www.ddb.gov.ph/research-statistics/46-sidebar/58-facts-on-drugs)

Data yang dirilis PBB di tahun 2012 menegaskan hal ini, bahwa Filipina didaulat sebagai negara tertinggi alias juara di Asia Timur  dalam hal penggunaan shabu. (https://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/2012/December/methamphetamine-use-on-the-rise-in-east-and-south-east-asia.html)

Siapa yang bermain dalam jaringan narcos di Filipina?

Shabu pada skala kecil memang bisa diproduksi di negara tersebut. Biasanya jaringan narcos lokal menggunakan properti pribadi mereka dalam memproduksi barang haram itu. (https://web.archive.org/web/20131227131046/http://www.pctc.gov.ph/illicit-drug-trafficking.html)

Tapi itu skala kecil. Bisa diabaikan signifikansi-nya.

Lantas siapa pemain kakap-nya?

Berdasarkan data, kartel Sinaloa yang berasal dari Meksiko, merupakan salah satu pemain utama di Filipina. Barang dijual berjenis shabu, menurut informasi resminya. (https://insightcrime.org/news/brief/assassination-warnings-shows-sinaloa-cartels-presence-in-philippines/)

Selain itu ada juga jaringan narcos asal Tiongkok, yang juga memperdagangkan shabu di Filipina. (https://www.philstar.com/metro/2015/11/26/1526311/chinese-gangs-behind-philippine-illegal-drug-trade)

Kedua jaringan inilah yang menjadi ‘pemain utama’ jaringan narcos di Filipina.

Lalu kenapa mereka berani beroperasi di Filipina?

Setidaknya ada 2 alasan.

Pertama, Filipina merupakan jalur transit perdagangan narkoba di Asia. Laporan yang dirilis oleh Pacific Strategies & Assessments di tahun 2009 silam, mengamini hal tersebut. (https://www.thenationalnews.com/world/asia/philippines-poll-hit-by-drugs-trade-1.559673/)

Secara teknis, narcos yang berasal dari China, Korea Utara bahkan Meksiko, akan transit dulu di Filipina, sebelum didistribusikan ke negara-negara yang ada di Asia Tenggara dan juga Australia.

Kedua, karena bisnis narkoba melibatkan cuan besar.

Berdasarkan laporan yang dirilis International Narcotics Control Strategy Report AS di tahun 2010 silam, angka perdagangan narkoba di Filipina mencapai hingga USD 8,4 miliar tiap tahunnya alias sekitar Rp. 139 triliun. (https://2009-2017.state.gov/documents/organization/137411.pdf)

Dengan angka yang ‘aduhai’ tersebut, siapa juga yang nggak terpikat?

Menjadi wajar jika seorang Duterte ambil langkah serius dengan menggelar War on Drugs, mengingat nilai perdagangan-nya lumayan fantastik. Dan efek narcos pada generasi muda Filipina, tentu cukup signifikan dengan uang sebesar itu.

Data yang rilis oleh Badan Statistika Penegakan Narkoba di Filipina di tahun 2014 menyatakan sekitar 40% anak di bawah umur ditangkap karena kepemilikan narkoba. (http://www.philstar.com/metro/2015/02/22/1426288/more-minors-arrested-drugs-2014)

Selain itu, para bandar narcos kerap menggunakan anak-anak sebagai kurir (drug mules) dalam menjual barang dagangan mereka. (https://newsinfo.inquirer.net/13846/more-kids-used-in-drug-trade)

Kalo anda menjadi seorang Duterte, saya yakin anda juga pasti geram dengan para bandar narkoba, karena jelas merugikan warga Filipina.

Pertanyaannya: apakah karena menghabisi para bandar narkoba dengan alasan pelanggaran HAM, makanya ICC merasa berhak mencokok Duterte?

Apa justru ada alasan lain di belakang-nya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!