Mengurai Konflik di Bangladesh (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah – 19082024
Pada bagian pertama tulisan kita sudah membahas bagaimana cikal bakal pemerintahan Mujibur Rahman yang dianggap sebagai pendiri negara Bangladesh, akhirnya terpaksa dikudeta hanya dalam 4 tahun kepemimpinannya, dengan kekuatan militer karena dianggap berhaluan kiri. (baca disini)
Kita juga telah pelajari bersama, bahwa ada kekuatan eksternal yang bermain dalam memuluskan jalannya kudeta. Buktinya hingga saat ini, siapa yang bertanggungjawab atas kudeta tersebut masih tanda tanya besar. Seorang Sheikh Hasina-pun nggak bisa membongkarnya ketika dirinya masih berkuasa.
Kita lanjut yah..
Scene berpindah saat Sheikh Hasina berhasil terpilih sebagai perdana menteri di Bangladesh, sejak 1996 hingga 2001, dilanjutkan periode tahun 2009 hingga 2024.
Sebagai informasi, Sheikh Hasina adalah putri sulung Mujibur Rahman yang selamat dari pembantaian keluarganya, karena saat kudeta berlangsung, dirinya dan adiknya Sheikh Rehana, sedang berada di Jerman Barat.
Secara prestasi, kepemimpinan Hasina layak diacungkan jempol, mengingat indeks pembangunan manusia di negara tersebut lumayan signifikan selama hampir 2 dekade dirinya berkuasa.
Bahkan Bangladesh yang berhasil menjadi negara eksportir garmen dunia tersebut sanggup menandingi keberhasilan Pakistan dalam hal pembangunan manusia, meskipun negara tersebut yang telah mengeksploitasi Bangladesh sekitar 24 tahun lamanya. (https://file.pide.org.pk/pdfpideresearch/kb-016-bangladesh-and-pakistan-the-great-divergence.pdf)
Ini saja sudah menimbulkan rasa iri pada negara Pakistan.
Masalah datang saat plandemi Kopit melanda negara tersebut, yang berujung pada meningkatnya angka pengangguran. Tambah ruwet lagi ketika Hasina mengeluarkan beleid berupa sistem kuota bagi pendukung setia Liga Awani, para keluarga veteran.
Jadi, keluarga veteran yang dianggap berjasa bagi kemerdekaan Bangladesh, diberi kuota untuk diterima kerja pada pekerjaan di pemerintahan, sebanyak 30%. Gimana nggak enak, cuma modal ongkang-ongkang kaki saban hari, tapi gaji dan tunjangan yang bakal didapat sangat menggiurkan. (https://apnews.com/article/bangladesh-hasina-student-protest-quota-violence-fdc7f2632c3d8fcbd913e6c0a1903fd4)
Beleid ini akhirnya menimbulkan kecemburuan warga lainnya yang bukan pendukung rezim yang otoamtis dianggap sebagai warga kelas dua.
Dipelopori oleh mahasiswa, demonstrasi-pun tidak terelakan. Mereka mulai turun ke jalan menuntut agar sistem kuota dihapuskan.
Bukannya bercermin, Hasina malah kasih bonus demonstran dengan pentungan dan gas air mata aparat kepolisian yang ditugaskan menghadang gerakan mahasiswa.
Apa yang terjadi kemudian di luar ekspektasi Hasina, dimana gerakan perlawanan makin membesar, dengan tuntutan agar Hasina turun dari singgahsana kepemimpinannya.
Ini ironis, mengingat Hasina hanya berkuasa sekitar 7 bulan saja sejak terpilih untuk yang kelima kalinya pada Januari 2024 silam. (https://www.aljazeera.com/news/2024/1/8/sheikh-hasina-wins-fifth-term-in-bangladesh-amid-turnout-controversy)
Mungkin jika mendapat dukungan dari kelompok pemegang bedil, Hasina masih bisa mempertahankan kekuasaannya. Masalahnya, dalam menangani demonstrasi mahasiswa, pihak militer enggan menggunakan kekerasan di lapangan. (https://www.courthousenews.com/how-gen-z-women-and-the-military-transformed-bangladesh/)
Kenapa pihak militer terkesan ‘enggan’ mendukung pemerintahan Hasina?
Ini jelas memberi angin segar bagi para demonstran untuk bertindak makin liar dalam menuntut pengunduran diri Hasina. Terlebih lagi dalam menangani para demonstran, pihak kepolisian lebih mengedepankan pendekatan represif ketimbang persuasif.
Singkat cerita, Hasina dipaksa lengser dari jabatannya sebagai perdana Menteri pada 5 Agustus silam, dan melarikan diri ke India yang selama ini menjadi negara sekutunya. (https://www.foreignaffairs.com/bangladesh/remarkable-downfall-bangladeshs-iron-lady)
Sepeninggal Hasina, pemerintahan sementara-pun dibentuk dengan mengangkat peraih Nobel Muhammad Yunus sebagai penggantinya sampai pemilu digelar. (https://www.aljazeera.com/news/2024/8/8/muhammad-yunus-returns-to-bangladesh-to-lead-interim-government)
Apakah gerakan demonstrasi mahasiswa di Bangladesh tersebut murni adanya, ataukah ada faktor eksternal yang bermain?
Jika melihat gelagatnya, kerumunan massa yang terbentuk mirip-mirip dengan revolusi warna yang menyasar rezim yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan Washington.
Saya sebagai mantan aktivis mahasiswa 98, saya melihat adanya ‘pihak tak kasat mata’ dalam menggulingkan kepemimpinan Hasina.
Gampang membuktikannya.
Untuk menggelar unjuk rasa yang melibatkan banyak orang, siapa penyandang dananya? Kalo dana swadaya dari mahasiswa, itu jelas nggak mungkin.
Apalagi mahasiswa sekelas generasi strawberry yang terkenal individualistik. Boro-boro mikirin negara dan rela saweran, lha wong mikir diri sendiri aja mereka kerap meratapi nasibnya sebagai kaum yang terzolimi. (baca disini)
Kalo memang ada pihak eksternal yang terlibat, lantas siapa dan apa motif-nya?
Sebelum ramai demonstrasi massa di Bangladesh, Donald Lu sebagai asisten Menlu AS untuk urusan Asia Selatan dan Tengah mengunjungi Dhaka pada akhir Mei 2024 silam. Kunjungan ini pertanda kuat akan adanya perubahan rezim pada negara tersebut. (https://m.thewire.in/article/world/donald-lus-dhaka-visit-does-it-signal-a-us-policy-shift-towards-bangladesh)
Bahkan upaya menggelar revolusi warna di Bangladesh telah lama diprediksi oleh Rusia pada Desember 2023 silam. “Akan ada upaya skenario rusuh pasca pemilu di Bangladesh yang dilakukan AS,” begitu kurleb-nya. (https://www.dhakatribune.com/amp/bangladesh/foreign-affairs/334111/moscow-accuses-washington-of-creating?)
Jadi jika dikemudian hari terjadi revolusi warna di Bangladesh, apakah ini kebetulan?
Silakan anda jawab sendiri.
Apa yang dikejar AS dari Bangladesh?
Selidik punya selidik, AS punya kepentingan dengan Bangladesh karena rencananya bakal mendirikan pangkalan militernya di Pulau Saint Martin yang terletak di timur laut Teluk Benggala. (https://sundayguardianlive.com/world/the-us-is-trying-to-secure-a-military-base-in-bangladesh)
Sial, niatan Washington tersebut ditampik oleh Hasina.
Apa yang terjadi kemudian, bukanlah hal yang mengagetkan, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)