Arsitek utama Bretton Woods adalah John Maynard Keynes yang merupakan kroni Rothschild. Keynes berpendapat bahwa perekonomian yang berjalan dengan prinsip laizzes-faire alias biarlah pasar yang mengatur sendiri, pada gilirannya malah menciptakan angka kemiskinan.
Solusinya: pasar harus diatur, lewat tangan pemerintah dengan regulasinya. Tentu saja pemerintah harus ‘diarahkan’ untuk mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang menguntungkan lembaga Bretton Woods. Skenario ini hanya bisa berjalan, jika suatu negara dilanda krisis ekonomi.
Dengan terjadinya krisis ekonomi, maka dengan serta merta suatu negara akan mengemis minta bantuan ke lembaga Bretton Woods, semisal IMF. IMF adalah lembaga yang bertugas menyediakan pinjaman jangka pendek, dengan tujuan mengatasi masalah alias recovery ekonomi suatu negara.
Tentu pinjaman ini tidak gratis. Selain ada bunga-nya, negara yang mau ditolong kudu menyetujui syarat-syarat tertentu, misalnya mengurangi konsumsi publik (public spending) yang biasa kita kenal dengan istilah subsidi, dan juga melakukan devaluasi mata uangnya terhadap dollar.
Jangan heran kalo nilai mata uang suatu negara yang ditolong oleh lembaga Bretton Woods, akan terus melorot bak celana kolor yang sudah putus talinya. Tak terkecuali Indonesia.
Dengan skema model gini, negara yang ditolong pasti akan kelilit hutang, karena selain hutangnya sangat besar, hutang tersebut sangat sarat untuk dikorupsi oleh rejim korup negara-negara peminjam. Ini belum lagi ditambah bunganya.
Meminjam istilah John Perkins “hutang yang sangat besar, jauh lebih besar dari kemampuan mereka untuk membayarnya.”
Bukan itu saja, dalam mengeluarkan kebijakan, IMF selalu memegang diktum: semua harus menguntungkan pihak AS, karena 1/3 saham IMF dimiliki oleh AS. Belum lagi kantor pusatnya di Washington, juga di AS. Personelnya, adalah para ekonom AS.
Jangan heran kebijakan IMF pasti mengacu pada keberpihakan negara AS atau perusahaan-perusahaan transnasional yang dimiliki warga AS.
Terus bagaimana dengan World Bank. 11-12. World Bank adalah lembaga Bretton Woods yang mengambil spesialisasi bantuan untuk proyek-proyek berskala besar alias infrastruktur.
Dalam meminjamkan hutang, mereka pasti menyodorkan syarat yang harus dipenuhi. Kalo sudah oke, baru pinjaman digelontorkan. Nah khusus World Bank, modus yang dipakai biasanya menyasar 3 hal: Deregulasi, Privatisasi dan Liberalisasi.
Deregulasi artinya pemerintah tidak boleh mengintervensi dalam urusan-urusan ekonomi. Jadi fungsinya hanya sebagai wasit. Privatisasi artinya pelaksanaan ekonomi harus dilakukan oleh swasta alias swastanisasi. dan Liberalisasi berarti mekanisme ekonomi harus sepenuhnya diserahkan kepada pasar.
Slogannya: “Biarkan pasar bekerja, jangan diatur!” Padahal di pasar itulah, justru kroni-kroni Rothschild bekerja guna mengeruk keuntungan. Sekarang saya tanya, mana yang paling mungkin memenangkan persaingan di pasar bebas, yang punya modal gede apa yang punya modal cekak?
Yang lebih gila lagi, sebagian hutang yang diberikan WB, malah digunakan untuk membangun infrastruktur demi kepentingan perusahaan trans-nasional AS dari mulai fasilitas pengeboran sampai jalan. Parahnya, pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan bukan dibawah kontrol pemerintah, tapi perusahaan trans-nasional AS tersebut.
Jadi menang banyak para perusahaan trans-nasional AS tersebut. Gak perlu keluar duit sepeserpun buat bangun infrastruktur yang memudahkan jalannya bisnis mereka. Semua disediakan oleh pemerintah negara peminjam dengan gratis-tis-tis.
Singkat kata, lembaga-lembaga Bretton Woods bergerak demi satu kepentingan, yaitu pemerintah AS, dan lebih khusus lagi, kepentingan bisnis kroni Rothschild.
Coba cek, perusahaan seperti Exxon, Arco & Amoco, Penzoil (Shell), Chevron & Conoco dan banyak perusahaan trans-nasional lainnya termasuk Caltex dan Freeport, memang siapa yang punya? Tak lain adalah Rockefeller. Siapa dia? Keturunan Rothschild melalui darah anak perempuannya.
Jadi jelas kan, siapa yang bermain ditengah naiknya dollar dan letoy-nya rupiah. Jadi tahu juga kan, kenapa bantuan ekonomi yang diberikan oleh lembaga-lembaga Bretton Woods bukan malah membantu, tapi menjeruskan suatu negara ke dalam jebakan hutang?
Dan yang paling penting, pelajari modusnya.
Kalo kita lihat suatu negara yang tidak pro terhadap kebijakan Rothschild, pasti negara tersebut rentan untuk diguncang stabilitas ekonominya. Apakah rupiah yang terus menerus keok atas dollar AS ada intervensi Rothschild didalamnya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
Mas maaf bisa kapan2 dibahas Rockefeller adalah keturunan Rothschild dari anak perempuannya? Berarti William Avery itu ya?
Dan berarti dari lahir dia mmg keluarga kaya?
Oya mas, kalau bisa kolom last comments diaktifkan lagi, jadi kita pembaca bisa pantau komentar sudah di balas atau belum sama mas Ndaru.
Terimakasih