Di Balik Rusuh Bangladesh
Oleh: Ndaru Anugerah – 15082024
Bangladesh rusuh yang mengakibatkan Sheikh Hasina mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri negara tersebut. (https://www.reuters.com/world/asia-pacific/bangladeshs-sheikh-hasina-falls-grace-nation-her-father-founded-2024-08-05/)
Ini tragis, karena Hasina telah mengukuhkan dirinya pada masa jabatan ke empat kalinya pada 7 bulan yang lalu. Artinya belum setahun menjabat pada periode keempatnya, dirinya dipaksa lengser keprabon oleh mayoritas warga Bangladesh.
Apa yang pemicunya?
Karena adanya demonstrasi mahasiswa yang menuntut agar pemerintahan Hasina mengakhiri sistem kuota yang menyediakan hingga 30% pekerjaan yang ada di negara tersebut, bagi keluarga veteran yang dinilai berjasa dalam perang kemerdekaan di tahun 1971 melawan Pakistan.
Itu kuota apa diskon yah, kok banyak amat?
Enaknya lagi, kuota itu terbuka selebar-lebarnya pada lapangan kerja di pemerintahan. Yah, mirip-mirip pegawai negeri di Planet Namek yang cukup kerja ongkang-ongkang kaki alias magabut, namun tiap bulannya terima tunjangan dari pemerintah dengan nilai yang bikin julid para tetangga.
Siapa yang nggak ngiler dibuatnya?
Jadi ada status first class citizen bagi keluarga veteran yang ada di Bangladesh.
Kalo lapangan pekerjaan banyak alias tersedia, mungkin warga nggak keberatan dengan sistem kuota yang diberlakukan Hasina. Masalahnya Bangladesh mengalami peningkatan pada angka pengangguran. (https://thefinancialexpress.com.bd/economy/bangladesh/youth-workforce-slides-unemployment-climbs)
Dengan adanya beleid sistem kuota bagi keluarga veteran, jelas membuat jealous warga lainnya. Masa iya gegara seseorang yang merupakan keluarga veteran namun nggak punya kemampuan yang mumpuni untuk bekerja, tapi malah diterima kerja.
Sementara warga yang dinilai mampu bekerja (dalam artian punya kapabilitas) malah tersingkir dari bursa tenaga kerja lantaran pemberlakuan sistem kuota tersebut.
Ini jelas nggak adil.
Apa alasan politis seorang Hasina memberlakukan beleid ini?
Karena Hasina punya kantong pendukung, salah satunya adalah keluarga veteran. Jelas aja para keluarga veteran dapat ticket first class, karena Hasina punya hutang politik pada mereka yang selama ini telah menjadi pendukung setianya.
Singkat cerita, para mahasiswa langsung gaspol dengan turun ke jalan. Tuntutan mereka normatif agar Hasina menghapuskan sistem kuota. “Ini bersifat diskriminatif,” ungkap mereka.
Lagi pula, berdasarkan data, ada sekitar 32 juta anak muda yang menganggur ataupun putus sekolah karena misqueen. Kan nggak lucu juga kalo semisal para mahasiswa yang udah capek-capek kuliah dan bercita-cita jadi manajer, ujung-ujungnya jadi jualan cilok gegara lapangan pekerjaan tidak tersedia buat mereka.
“Apa kata dunia?” begitu kurleb-nya.
Sat-set-das-des demo-pun nggak bisa terelakkan. Semakin hari semakin meningkat intensitasnya.
Sadar bahwa posisinya terancam, Hasina mencoba jalan diplomasi agar gerakan mahasiswa dapat dimoderasi.
Namun sialnya, mahasiswa menampik tawaran Hasina dan menuntut agar dirinya turun dari jabatannya sebagai orang nomor 1 di Bangladesh.
Apa akar masalah rusuh ini? Apa iya gerakan massa demikian masif-nya nggak ada yang mengorkestrasi? Terlalu naif, bukan?
Penasaran?
Kita akan bahas besok.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)