Buat Apa?


502

Buat Apa?

Oleh: Ndaru Anugerah – 11032025

Rumania, Desember 2024.

Mahkamah Konstitusi di negara tersebut membatalkan proses pilpres putaran kedua yang telah direncanakan akan digelar 2 minggu ke depan.

Otomatis ini membatalkan proses yang didapat pada putaran pertama gelaran pilpres di negara tersebut. (https://www.ifes.org/publications/romanian-2024-election-annulment-addressing-emerging-threats-electoral-integrity)

Kenapa hasil putaran pertama pilpres dibatalkan?

Karena pemenang-nya adalah kandidat independen sayap kanan, Callin Georgescu yang ditenggarai bertautan erat dengan Rusia.

Dengan kata lain, ada dugaan bahwa pilpres di Rumania ada intervensi dari Rusia dalam memenangkan kandidat yang selaras dengan garis kebijakan Moskow.

Dari mana rumor adanya intervensi Rusia pada pilpres tersebut?

Adalah dinas intelijen Rumania yang menunjukkan keterlibatan Rusia dalam mempengaruhi pemilu melalui kampanye propaganda anti-Barat yang sudah pasti mendukung Georgescu. (https://www.euronews.com/my-europe/2024/12/06/romanian-constitutional-court-blocks-presidential-run-off)

Benarkah?

Entahlah.

Berdasarkan informasi yang saya dapat, menangnya Georgeschu memang bisa diprediksi sebelumnya, mengingat tim pemenangannya menggunakan sosial media secara optimal dalam berkampanye. (https://www.politico.eu/article/calin-georgescu-romania-elections-far-right-tiktok-nato-skeptic-russia-ukraine-exports/)

Sontak putusan pengadilan tersebut memicu gelombang protes besar-besaran di Rumania, utamanya dari kubu oposisi sayap kanan yang berhasil memenangkan pilpres.

Bukan itu saja, karena kelompok sayap kanan tersebut, membawa masalah ini ke Mahkamah HAM Eropa (ECHR) dengan cara mengajukan banding.

Sialnya, alih-alih mendengar suara kubu oposisi, ECHR malah menolak banding tersebut dengan suara bulat, yang berarti pilpres Rumania nggak legitimate sehingga hasilnya cacat hukum. (https://www.echr.coe.int/w/inadmissiblity-decision-concerning-romania-1)

Lalu kapan pilpres akan digelar kembali?

Nggak jelas. Penundaan bakal terjadi sampai batas waktu yang nggak bisa ditentukan.

Apes bagi Georgescu, bukan saja harus menelan ludah atas kemenangan yang harusnya dia peroleh, kini diapun harus mendekam di Hotel Prodeo karena dinilai ‘curang’ oleh pengadilan Rumania. (https://www.bgnes.com/politics/calin-georgescu-was-detained-by-the-general-prosecutor-s-office-of-romania)

Gelombang demonstrasi-pun merebak kembali di Rumania, utamanya dari kubu pendukung Georgescu. (https://www.bbc.com/news/articles/c3d810xyvz9o)

Dan seperti biasa, aksi penolakan tersebut mendapat sambutan ‘meriah’ dari para petugas keamanan yang berada di lapangan.

Anehnya, isu ‘tanpa ataupun penundaan’ pemilu juga terjadi di beberapa negara Eropa.

Ukraina, misalnya.

Kapan pemilu diselenggarakan di negara itu sejak perang dengan Rusia berlangsung? Nggak pernah ada pemilu pasca Zelensky, bukan? Alasannya klasik: negara dalam kondisi perang. (https://www.theguardian.com/world/2025/feb/20/ukraine-elections-start-of-war-volodymyr-zelenskyy)

Jerman bisa jadi mengalami nasib serupa setelah kubu sayap Kanan berhasil memenangi pemilu di negara tersebut. Sinyalemen rusuh pasca pemilu yang digelar kubu Antifa, sepertinya mengindikasi hal itu. (https://apnews.com/article/germany-afd-protests-farright-elections-b318328d080b026424137653513e37ac)

Berikutnya di beberapa wilayah di Inggris yang saat ini di bawah naungan satu otoritas kesatuan, sementara wilayah lainnya merupakan bagian dari sistem ‘dua tingkat’.

Nah, pemerintah Inggris berencana memindahkan dewan dalam bentuk pemerintahan daerah dia tingkat ke otoritas kesatuan satu tingkat.

Konsekuensinya, 16 dewan daerah dan dua otoritas kesatuan yang akan menggelar pemilu pada bulan Mei, meminta ijin kepada pemerintah untuk menunda proses pemilu agar bisa ikut serta dalam proses reorganisasi pemerintahan daerah ini.

Sejauh ini, baru 9 dewan daerah yang permintaannya dikabulkan oleh pemerintah Inggris, dan sisanya digelar tahun depan. (https://www.independent.co.uk/news/uk/home-news/jim-mcmahon-england-government-nigel-farage-conservative-b2694284.html)

Jadi kasusnya mirip-mirip, kalo nggak ketiadaan pasti pembatalan pemilu.

Pesannya apa?

Bahwa demokrasi nggak harus terjadi lewat gelaran pemilu guna menghitung jumlah suara. Itu konsep lama.

Bahkan membatalkan proses pemilu, juga ternyata mengusung spirit demokrasi yang sama.

Dan anda nggak bisa protes akan hal itu.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!