Belajarlah dari Iran
Mengamati gerakan kaum goyang dombret yang ada di Indonesia, sungguh mengkhawatirkan. Gimana tidak? Mereka bebas melenggang melabrak semua lini yang tidak sepaham dengan mereka. Pintar-nya mereka me-mlintir kata-kata, seolah-olah mereka lah kaum mayoritas di negeri ini. Bahasa retorika yang biasa keluar: Ummat Islam dizholimi, Ummat Islam dipojokkan, atau Ummat Islam mengalami ketidak-adilan. Untuk memperkuat retorika mereka, maka keluarlah ayat-ayat suci sebagai pembungkus ulah bar-bar mereka. Bahkan sesekali di pengajian bahkan di mesjid-mesjid keluar ucapan dari takmir/ulama yang mengatakan kalo yang dianggap teroris oleh orang awam sebenarnya adalah Mujahid yang pasti Syahid (masuk surga). Mendapatkan justifikasi dari kalangan ulama, makin jadilah aksi radikalisme yang ada. Wat-de-fak…
Namun bagi saya pribadi, bukan itu yang paling menakutkan. Yang paling menakutkan adalah paparan yang dikeluarkan oleh KPAI (Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia)yang diketuai oleh Arist Merdeka Sirait. Bang Arist mengungkapkan kekhawatirannya atas disebarkannya benih-benih kebencian berdasarkan aspek keagamaan yang menjamah anak-anak usia dini. Dibeberapa daerah muncul fenomena anak-anak mem-bully temannya yang berbeda agama dengan sebutan kafir. Bahkan ada aduan dari guru PAUD yang mengajak murid-muridnya mengunjungi suatu mall. Katanya: “Mestinya kan muncul pertanyaan, mall itu gunanya apa bu guru? Tapi yang muncul malah pertanyaan: Itu mall-nya orang kafir atau bukan? Yang punya se-agama atau tidak?” Faking krezi kan….Benih-benih kebencian yang bernuansa agama sudah meracuni anak usia dini pada kondisi akut dan itu terjadi di banyak provinsi di Indonesia. Inilah yang menjadititik keprihatinan saya atas maraknya kasus radikalisme di Indonesia.
Berbekal kondisi yang sudah sangat akut ini, pak Tito mencoba mencari formula yang pas untuk mengantisipasinya. Ini butuh penanganan yang cepat sekaligus tegas. Cuma pertanyaannya, berguru kemana kiranya? Akhirnya pak Tito bulat tekad untuk berguru ke Iran. Kok bukan ke Arab atau Amerika, tapi kenapa malah ke negara syiah? Alasannya cukup kritis. Pertama, karena Iran cukup konsisten memberi dukungan kepada negara Suriah untuk memberantas teroris ISIS dari negara tersebut. Kedua, karena Iran juga konsisten mendukung Irak yang kini berhasil mengambil alih kota Mosul, kawasan yang selama ini dijadikan sarang gerombolan teroris ISIS. Dan yang terakhir, Iran adalah negara yang relatif paling aman dikawasan Timur Tengah, walaupun negara-negara tetangganya terjadi gerakan Arab Spring dan bergolak dengan bom dan rentetan senjata, namun toh Iran malah berhasil menjalankan Pemilu damai ditengah gejolak kawasan negara tetangganya. Subhanallah… “Sebuah negara aman diantara negara-negara yang tidak aman. Bagaimana bisa demikian, yak? Pasti mereka punya rahasia-nya,” demikian gumam pak Tito.
Singkat kata, pak Tito langsung cuss ke Iran dan bertemu dengan Kepala Kepolisian Iran, Brigade Jenderal Hossein Ashtari (25/5). Pak Tito menyatakan kesiapannya untuk kerjasama diberbagai sektor, yang terutama adalah pemberantasan terorisme. Ashtari menegaskan, “Salah satu isu utama negara-negara adalah pemberantasan terorisme, tapi sayangnya dengan skenario jahat oleh sejumlah negara yang ingin mencoreng citra Islam, mereka berusaha membentuk kelompok-kelompok teroris seperti Daesh (ISIS).” Poin yang didapat adalah, Ashtari siap membantu dan mau berbagi pengalaman kepada negara muslim termasuk Indonesia, terkait pemberantasan terorisme. Memang jika menilik gerakan terorisme, mereka punya sel-sel tidur (sleping cells) yang berlapis. Ada yang sudah matang, setengah matang atau belum matang. Yah..mirip-mirip telor. Akan sulit memberantasnya jika ditangani secara parsial. Minta petunjuk bagaimana cara menangani teror kepada ahlinya adalah langkah yang paling tepat. “Iran sebagai sebuah negara muslim memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan keamanan Indonesia, dan hingga sekarang tidak ragu-ragu untuk memberikan bantuan-bantuannya,” begitu kata pak Tito.
Menurut analisa saya, dengan menggandeng Iran sebagai mitra untuk memberantas terorisme, adalah langkah yang sangat tepat. Ini dapat dimungkinkan karena Iran sudah mempunyai resep yang paling jitu dalam menanggulangi teror, setidaknya di negara tersebut. Cuma menurut saya, kerjasama ini akan mempunyai dampak. Setidaknya akan ada dua negara yang tersinggung, pertama Arab Saudi, yang kedua Amerika Serikat. Kedua negara tersebut layak tersinggung, karena sebelumnya kencang didengung-dengungkan pada 22/5 lalu pada pertemuan negara-negara (liga) Arab plus Amrik, kalo Iran telah dianggap sebagai negara pelopor ISIS. Tuduhan yang tidak mendasar tentunya. Pertanyaannya sederhana: kalo benar Iran adalah negara pelopor ISIS, pastinya serangan ISIS akan diarahkan untuk menyerang Israel dan bukan menyerang negara-negara Arab. Kenapa? Karena selama ini Iran-lah yang paling konsisten mendukung pembebasan Palestina merdeka atas Israel, sementara negara-negara Arab lainnya cenderung diam terhadap nasib negara Palestina.
Kedua menurut saya, situasi di dalam negeri akan semakin memanas akibat kerjasama tersebut. Ini dapat dimungkinkan, karena ISIS sudah kehilangan basis mereka di Timur Tengah (Suriah dan Irak). Mereka butuh inang baru sebagai tempat bermukim. Dan Indonesia adalah surga bagi kaum goyang dombret pemuja Khilafah Islamiyah ala ISIS. Belum lagi, supporter ISIS amat banyak disini. Namun situasi ini kembali diperuncing keadaannya dengan pembubaran HTI sekaligus penangkapan sejumlah aktivis sel tidur dan JAD (Jamaah Ansharu Daulah) yang berafiliasi ke ISIS.
Saya berharap semoga pak Tito dapat bertindak dengan cermat dan bijaksana. Saya melihat aksi menentang persekusi di berbagai daerah oleh kepolisian yang menggandeng ormas-ormas pro NKRI dan Pancasila sudah tepat sasaran. Apalagi dengan mengganti Kapolsek Solok yang dinilai tidak tegas terhadap tekanan kaum goyang dombret selain penetapan DPO bagi Imam Besar kaum goyang dombret terkait chat mesum yang dia lakukan. Bravo pak Tito!! Saya tinggal nunggu versi 3gp-nya pak, live dari kandang kambing…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments