Operasi Kontra Operasi (*Bagian 3)


527

Operasi Kontra Operasi (*Bagian 3)

Oleh: Ndaru Anugerah – 25062025

Pada bagian pertama dan kedua tulisan, kita sudah bahas tentang penyebab dilakukannya serangan Israel terhadap Iran, dan juga bagaimana Iron Dome milik Israel yang begitu dibanggakan sebagai pertahanan udara berlapis, berhasil dijebol oleh rudal balistik Iran. (baca disini dan disini)

Lalu, kemana kira-kira ujung dari konflik Israel-Iran ini?

Jika kita mengacu pada maksud terselubung dari Israel, maka konflik ini berpotensi menyulut perang regional secara besar-besaran. Namun ini semua bergantung pada respons kekuatan dari luar kawasan, mau jadi pihak yang menengahi atau justru jadi kompor.

Mari kita lihat faktanya.

Setelah serangan Israel dilakukan, sejumlah negara mengecam tindakan tersebut yang diniilai sebagai bentuk agresi dan pelanggaran berat terhadap hukum internasional, dari mulai Jepang, Irak, Oman hingga China. (https://news.antiwar.com/2025/06/13/asian-leaders-condemn-israeli-strikes-on-iran/)

Bahkan Rusia sebagai sekutu strategis Iran, telah wanti-wanti kepada AS untuk tidak menginvasi Iran dalam konflik kali ini. (https://www.france24.com/en/live-news/20250619-russia-warns-us-against-military-intervention-in-iran-israel-war)

Apakah AS mematuhi peringatan yang dikumandangkan Rusia?

Awalnya iya.

Bahkan pada awal-awal serangan Israel, Menlu AS Marco Rubio menyatakan bahwa operasi militer tersebut sebagai tindakan sepihak yang tentu saja nggak sejalan dengan AS. (https://x.com/RapidResponse47/status/1933324586214395966)

Apakah begitu adanya?

Nyatanya Washington jelas-jelas tahu serangan itu sebelumnya. Terlebih lagi, Israel telah mendapatkan lampu hijau dari AS untuk melakukan serangan ke Iran. (https://www.axios.com/2025/06/13/how-israel-executed-strike-iran-nuclear)

“Trump dan para pembantunya hanya berpura-pura menentang serangan Israel di depan umum dan tidak pernah menyatakan penentangannya (terhadap agresi Israel) secara pribadi,” ungkap 2 orang pejabat di negeri Zionis tersebut.

Mungkin karena tahu bahwa AS ada di belakang Israel, Kementerian Luar Negeri Iran sempat berujar, “Tindakan agresif rezim Zionis terhadap Iran, tidak mungkin dilakukan tanpa koordinasi dan otorisasi AS.”

“Oleh karena itu, pemerintah AS, sebagai pendukung utama rezim ini, juga akan bertanggung jawab atas efek dan konsekuensi berbahaya dari petualangan rezim Zionis,” tambahnya. (https://www.presstv.ir/Detail/2025/06/15/749888/Iranian-President-Masoud-Pezeshkian-war-bloodshed-threats)

Kita misalkan bahwa eskalasi yang terjadi saat ini terus meningkat.

Pertanyaannya: apakah Iran sendiri akan mampu melumpuhkan atau bahkan melukai pasukan militer gabungan Israel dan AS?

Sebagai analis, saya meragukannya.

Lalu, apakah Iran hanya bisa pasrah menghadapi gempuran dari AS dan Israel?

Nggak juga.

Menurut banyak pihak, mereka masih punya kartu truf yang bisa mereka mainkan jika posisi mereka terdesak.

Apa itu?

Dengan cara memblokade Selat Hormuz. Ini bisa dilakukan karena letak selat tersebut tepat berada di bawah peta geografis negara Iran, yang menjadikan negara itu sebagai pengendali selat yang sangat strategis secara geopolitik.

Bayangkan jika Iran memblokade Selat Hormuz. Apa yang akan terjadi?

Tentu saja dunia bakal geger, mengingat seperlima pengiriman minyak dunia, melewati jalur sempit ini. (https://edition.cnn.com/2025/06/23/business/strait-of-hormuz-iran-israel-explainer-intl-hnk)

Dan Iran sangat paham skenario ini, bahwa mereka memiliki kartu truf yang jika posisi mereka terpojok, sewaktu-waktu bisa dikeluarkan.

Bisa kita katakan bahwa penutupan Selat Hormuz oleh Iran merupakan salah satu cara Iran untuk menunjukkan ‘taring’ mereka pada dunia.

Benarkah demikian?

John Kemp selaku pemerhati energi justru punya pandangan yang berbeda.

“Secara teori, Iran memang dapat menghentikan lalu lintas kapal tanker di Selat Hormuz untuk sementara waktu dengan menyerang atau mengancam kapal-kapal yang melintasi perairan sempit di pintu masuk teluk,” katanya.

“Tapi respons yang paling mungkin adalah AS dan sekutunya akan mengatur sistem konvoi bersenjata dengan kapal-kapal perang AS dan sekutu yang mengawal kapal-kapal tanker. Begitu konvoi sudah ada, serangan akan membawa Iran ke dalam konflik langsung dengan Amerika Serikat, sebuah konflik yang sangat pemimpin Iran hindari sedari awal,” tambahnya. (https://jkempenergy.com/)

Bingung kan kondisinya kalo sudah begini?

Lalu apa yang akan terjadi pada ke depannya?

Akahkah Iran berani melawan AS dengan mengandalkan kenekatan mereka semata?

Jawabannya: semua tergantung pada peran Rusia dan juga China, yang akan mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut atau justru meninggalkan Iran sendirian.

Jika kondisi ini tidak dipenuhi, dimana baik Rusia dan China bersedia memberikan back-up pada Iran, menurut hemat saya Iran nggak akan senekat itu untuk berani melawan AS dan sekodannya.

Lain cerita kalo kedua kekuatan besar Rusia dan China juga bermain dalam konflik tersebut. Ini bisa ramai dan panjang ceritanya.

Seperti yang kita ketahui bersama, The Greater Israel memang jadi agenda utama. Dan dalam mewujudkan rencana itu, peran dan dukungan AS sangat dibutuhkan. Jadi nggak mungkin AS akan ambruk sebagai pemimpin dunia unipolar, jika rencana ini belum terwujud.

Satu yang pasti, ketegangan di Timur Tengah tersebut sukses mengatrol kenaikan harga minyak dunia. Dan rumusnya, kenaikan harga minyak bakal menyulut kenaikan komoditas lainnya. (https://oilprice.com/Energy/Crude-Oil/LIVE-Oil-Prices-Surge-As-Israel-Iran-Conflict-Heats-Up.html)

Melihat rudal-rudal Iran yang ditembakkan ke Israel, saya jadi bertanya-tanya.

Di tengah tekanan maksimum yang dilakukan AS pada mereka, Iran ternyata masih bisa bangun persenjataan tingkat dewa. Setidaknya rudal mereka sukses menembus sistem iron dome Israel yang dibangga-banggakan tersebut.

Kontras banget dengan militer yang ada di Planet Namek yang minim teknologi dan hanya bisa nyalain strobo di jalanan guna menunjukkan arogansi mereka selain kerap meneror warga sipil.

Mungkin jika Iran tembakan satu saja rudalnya ke Planet Namek, pasti sudah terkencing-kencing para serdadunya yang sudah terbiasa berbisnis ketimbang ngurusin keamanan negara.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!