Global War on Trade


512

Global War on Trade

Oleh: Ndaru Anugerah – 14042025

Apa yang menarik dari kebijakan kontroversial yang dibesut Donald Trump?

Tentu saja Global War on Trade (GWOT) dengan China sebagai sasaran tembak utama-nya.

Bahkan belakangan Trump sempat menarget China dengan biaya tarif atas barang-barangnya sebesar 125%. (https://theconversation.com/in-trade-war-with-the-us-china-holds-a-lot-more-cards-than-trump-may-think-in-fact-it-might-have-a-winning-hand-254173)

Kalo hanya China, kita bisa mahfum.

Nyatanya GWOT yang digelar Trump juga menyasar setidaknya 60 negara lainnya, termasuk negara-negara yang selama ini menjadi rekanan AS dalam bidang geopolitik. (https://edition.cnn.com/2025/04/03/business/trumps-reciprocal-tariffs-countries-list-dg/index.html)

Dari mulai Jepang, Korea, negara-negara Uni Eropa hingga Australia.

Disini masalah bermula.

Apa motivasi utama Trump menggelar perang dagang?

Seperti yang kita ketahui bersama, Global War on Terror pernah dibesut saat pemerintahan Bush setelah serangan teror pada 11 September 2001, guna melindungi keamanan dalam negeri AS.

Dan itu bisa dikatakan sukses, karena banyak negara mendukung program tersebut dengan musuh bersama pelaku teror global a.k.a Al Qaeda dibawah nauangan Osama bin Laden.

Mungkin Trump punya ambisi yang sama, dengan menggelar Global War on Trade. Harapannya ini bisa sukses digelar. “Toh namanya juga sudah mirip-mirip,” begitu kurleb-nya.

Masalahnya, perang melawan teror nggak sama konsepnya dengan perang dagang.

Jika pada perang melawan teror, AS kebanjiran dukungan karena adanya musuh bersama bernama terorisme, nah dalam perang dagang AS justru berpotensi mencari ‘gara-gara’ dengan banyak negara.

Dengan kata lain, AS bukannya banjir dukungan, malah nggak mendapat keuntungan sama sekali.

Lantas bagaimana sikap China selaku target utama perang dagang AS?

Sudah pasti nggak tinggal diam, karena bagaiman-pun dalam kancah perdagangan global, China secara de facto telah pegang kendali utama.

Setidaknya pada akhir Maret silam, beberapa CEO dari perusahaan besar dunia bertemu dengan pemimpin China di Beijing, membicarakan kondisi geopolitik akibat trade war yang digelar Trump. (https://www.reuters.com/world/china/which-global-business-leaders-met-with-chinese-president-xi-jinping-2025-03-28/)

Dalam pertemuan tersebut, Tiongkok mengatakan, “Kita perlu saling bekerjasama untuk menjaga stabilitas industri global dan rantai pasokan yang merupakan jaminan penting bagi perkembangan ekonomi dunia yang sehat.”

Kalo di parafrase-kan maka bahasanya: “Biarlah AS menggonggong, kita bakal bikin romantis.”

Pertemuan itu sendiri memiliki arti yang cukup penting mengingat bukan China yang sowan ke perusahaan-perusahaan global tersebut, melainkan mereka-lah yang sowan ke China.

Pesannya jelas: China yang pegang kendali dalam perdagangan global belakangan ini, dan bukan AS. “Merangkul Tiongkok berarti merangkul peluang, percaya pada Tiongkok berarti percaya pada masa depan yang lebih baik, dan berinvestasi di Tiongkok berarti berinvestasi pada masa depan,” ungkap Xi Jinping.

Selain itu, China juga akan mencoba mengkonsolidasi kekuatan pada negara-negara yang juga kena dampak kebijakan Trump, utamanya yang selama ini menjadi sekutu AS.

Dengan kebijakan perang dagang Trump, maka China nggak akan kesulitan buat membingkai narasi bahwa AS bukan sekutu yang baik apalagi bisa diandalkan.

“Sekutu baik model gimana yang rela ‘mempersulit’ teman-nya,” begitu kurleb-nya.

Dan yang lebih gila lagi, China belum melakukan tindakan apapun pada Taiwan (yang selama ini menjadi wilayah binaan AS), anehnya AS justru telah memberlakukan perang tarif pada Taiwan. (https://www.reuters.com/world/asia-pacific/taiwan-holds-first-tariff-talks-with-united-states-2025-04-12/)

Amazing, kan?

Namun satu yang bisa dijadikan simpulan, bahwa perang dagang Trump justru akan mendorong China sebagai pemimpin aliansi global yang bukan nggak mungkin akan mendorong terciptanya tatanan baru multilateral, dimana AS nggak lagi pegang kendali terhadap hegemoni.

Apakah kira-kira Trump akan mlempem menanggapi tekanan balik dari China?

Saya dan banyak kalangan meragukannya. Karena memang itu yang akan diperbuat Trump.

Kecuali Trump dilengserkan dari jabatannya sebagai orang nomor 1 di AS lewat aksi massa.

Lalu apa konteks geopolitik dari trade war Trump?

Ingatlah bahwa dunia mau disetting ulang. Termasuk pemain utama di kancah global, yang juga akan digantikan. Nggak terlalu sulit siapa yang akan menggantikan hegemoni AS bertolak dari kejadian ini.

Bahwa perekonomian global akan makin tergerus, itu memang sudah jalannya. Dan saya yakin, sang Ndoro besar sangat tahu atas apa yang akan diperbuat Trump dalam upaya membangkrutkan ekonomi global.

Good boy..

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!