Jangan Kaku Sama Aturan
Oleh: Ndaru Anugerah – 12032025
Apa sih aturan itu? Kenapa perlu dibuat?
Menurut KBBI, peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga/kelompok/masyarakat yang dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima.
Dengan adanya peraturan tersebut, setiap masyarakat harus menaati aturan yang berlaku sebagai tolak ukur untuk menilai dan membandingkan sesuatu.
Singkatnya peraturan ada untuk menciptakan keteraturan dalam suatu masyarakat.
Lalu kenapa peraturan diperlukan?
Agar ada pedoman yang jelas sehingga bisa dijadikan rujukan dalam bermasyarakat dan tercipta keteraturan.
Coba anda bayangkan jika semua orang bertindak seenak jidat sesuai kemauan-nya sendiri, maka nggak akan ada keteraturan.
Disinilah pedoman sebagai rujukan, mutlak diperlukan.
Bisa dikatakan bahwa peraturan hadir agar tidak terjadi chaos dalam masyarakat.
Ada 2 entitas dalam mengimplementasikan peraturan, pertama hukum sebagai subyek dan manusia sebagai obyek-nya.
Lalu, mana yang seharusnya berlaku: manusia untuk hukum atau hukum untuk manusia?
Untuk jawab masalah ini, kita ambil contoh sederhana. Ada seorang bapak yang karena kelaparan yang akut, terpaksa mencuri ayam demi memberi makan anaknya di rumah. Karena perbuatan tersebut, sang ayah diganjar 5 tahun penjara oleh pengadilan.
Di sisi yang lain, ada seorang koruptor yang berhasil menggasak uang negara dengan nilai triliun-an rupiah. Atas perbuatan-nya tersebut, sang koruptor diganjar 5 tahun penjara dengan dengan hanya puluhan juta rupiah oleh pengadilan.
Pertanyaan-nya: apakah putusan itu bersifat adil?
Menjawab pertanyaan ini, kita perlu mempertimbangkan berbagai aspek selain hukum itu sendiri, semisal nilai-nilai keadilan, kepantasan dan juga keharmonisan. Sehingga hukum hadir bukan semata-mata untuk menghukum manusia, tapi menempatkan dan mempertimbangkan manusia sesuai kodrat-nya.
Kata kunci-nya adalah fleksibilitas.
Untuk itulah pengadilan hadir, bukan hanya berpatokan pada hukum an sich. Hukum memang ada patokannya dan harus ada patokannya. Hanya saja patokan itu pada hakikatnya sebatas pedoman saja.
Jadi nggak perlu kaku dalam memakai pedoman yang ada, karena obyek hukum adalah manusia.
Dengan demikian, frase hukum untuk manusia lebih tepat ketimbang manusia untuk hukum. Karenanya jangan kaku menerapkan aturan. Toh manusia yang hidup perlu punya fleksibilitas yang membedakannya dengan manusia yang mati. Apakah orang yang mati bisa bersifat fleksibel?
Bukankah manusia yang telah mendapatkan hukuman esensi-nya mendapat kesempatan kembali untuk menjadi manusia sejati lewat hukuman yang diterima-nya?
To sum up, law is just a law.
As a matter of fact, it is just a tool to humanize human beings.