Sepak Terjang Sang Kapten
Oleh: Ndaru Anugerah – 23012025
Burkina Faso, September 2022. Seorang kapten berusia 34 tahun, yang merupakan kepala unit artileri angkatan bersenjata di negara tersebut, sukses melakukan kudeta atas senior-nya Letkol Paul-Henri Sandaogo Damiba, pemimpin junta sebelumnya.
Dialah Kapten Ibrahim Traore.
Dengan aksi kudeta yang dilancarkannya, praktis mengantar sang Kapten menjadi pemimpin termuda yang pernah ada di Burkina Faso. Bayangin, baru 34 tahun sudah jadi presiden, bukankah itu spektakuler? (https://www.trtafrika.com/insight/ibrahim-traore-why-burkina-fasos-leader-attracts-attention-14479334)
Apa alasan sang kapten melakukan kudeta pada senior-nya?
Karena Damiba dinilai gagal dalam mengatasi krisis keamanan di negara tersebut. Padahal janji menangani krisis telah terlontar dari dirinya sejak berkuasa di Januari 2022 silam. Toh nyatanya situasi negara malah makin memburuk. (https://africacenter.org/spotlight/sahel-and-somalia-drive-uninterrupted-rise-in-african-militant-islamist-group-violence-over-past-decade/)
Ini cukup beralasan karena berdasarkan data, selama kepemimpinan Letkol Damiba, serangan jihadis yang terkait dengan kelompok ISIS dan Al-Qaeda terus meningkat. Puncaknya para teroris berhasil menguasai sekitar 60% wilayah di Burkina Faso. (https://www.bbc.co.uk/news/world-africa-62052598)
Mungkin karena dinilai terlalu berlarut-larut dalam menangani krisis yang berujung kegagalan, utamanya gangguan pemberontak jihadis yang beroperasi di Burkina Faso, sehingga seorang Traore yang awalnya merupakan bagian dari junta Damiba, terpaksa mengkudeta senior-nya.
“Kalo bukan sekarang, kapan lagi? Kalo bukan saya, siapa lagi?” mungkin begitu yang ada dipikiran seorang Traore.
Setelah berkuasa, Traore langsung konsolidasi dengan pejabat kemiliteran untuk meminta dukungan, agar junta yang dipimpin-nya nggak digoyang di tengah jalan. Salah satunya dengan mengakomodir pihak militer pada postur pemerintahannya.
Selain itu, Traore juga meminta agar birokrasi pemerintahan dapat berjalan seperti biasa, agar kepentingan rakyat tidak terganggu.
Menanggapi kepemimpinan Traore, Centre pour la Gouvernance Democratique (CGD) selaku lembaga think-tank yang berbasis di Ouagadougou yang terkoneksi dengan USAID menyerukan terbentuknya pemerintahan transisi yang dipimpin warga sipil dan bukan tentara. (https://www.cgdev.org/blog/new-evidence-localization-initiative-usaid)
“Pemegang bedil harus kembali ke barak, bukan memimpin negara. Selain itu, tentara juga harus patuh pada otoritas pemerintahan sipil yang sah,” demikian seruan mereka. Kemana arah penyataan tersebut, nggak terlalu sulit untuk menebaknya. (https://lefaso.net/spip.php?article116609)
Dengan adanya pemerintahan transisi, maka proses menuju pemilu damai untuk mewujudkan pemerintahan sipil, dapat direalisasi. Harapannya, pemerintahan sipil yang terbentuk akan mudah untuk didikte sesuai kebutuhan. Begitu kurleb skenario-nya.
Sialnya, upaya untuk mewujudkan pemilu jurdil tersebut, mendapat tentangan keras dari Traore selaku pihak yang berkuasa.
“Pemilu bukanlah prioritas utama yang dibutuhkan negara, melainkan keamanan dalam menjaga kedaulatan,” ungkap Traore. (https://www.france24.com/en/africa/20230930-burkina-junta-chief-says-elections-not-a-priority-eyes-constitutional-change)
Dengan demikian, upaya pemilu yang rencananya digelar pada 2024 silam, otomatis batal karena diveto oleh Traore. Yang penting fokusnya adalah stabilisasi keamanan agar roda perekonomian dapat berjalan. Percuma saja ada pemilu kalo keamanan nggak bisa diwujudkan yang berakibat perekonomian mandek.
Apakah langkah yang diambil Traore membuahkan hasil?
Setidaknya kita bisa lihat dari angka Gross Domestic Product (GDP) yang dihasilkan Burkina Faso yang telah meningkat semasa kepemimpinan-nya. Jika sebelumnya diangka USD 18,82 miliar menjadi USD 20,32 miliar. (https://tradingeconomics.com/burkina-faso/gdp)
Artinya apa?
Pertumbuhan ekonomi terjadi di Burkina Faso terjadi karena adanya stabilitas keamanan. Kalo nggak, mana mungkin GDP-nya meningkat?
Selain itu pemerintahan Traoré juga menerapkan serangkaian langkah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan mengurangi gaji menteri dan anggota parlemen sebesar 30% dan menaikkan gaji pegawai negeri sebesar 50%.
Langkah ini menunjukkan komitmennya terhadap keadilan dan kewajaran sosial.
Nggak hanya itu, sebab salah satu langkah paling berani yang diambil Traore adalah menolak pinjaman yang ditawarkan lembaga Bretton Woods, sekelas IMF dan juga World Bank.
Dalam pernyataan yang diterima banyak orang Afrika, ia menegaskan kembali komitmen-nya, “Afrika tidak membutuhkan Bank Dunia, IMF, Eropa, atau Amerika.” Sikap ini membuatnya mendapat pujian sebagai pejuang kemerdekaan dan kedaulatan Afrika. (https://www.maravipost.com/traores-triumphs-a-new-era-of-prosperity-and-independence-for-burkina-faso/)
Pada tahun 2023, Traore meresmikan tambang emas canggih untuk meningkatkan kemampuan pemrosesan lokal, selain menghentikan upaya ekspor emas Burkina Faso yang belum dimurnikan ke Eropa. Jadi emas yang diekspor bukan lagi emas mentah tapi yang sudah jadi.
Ini jelas sebuah langkah yang akan memastikan bahwa negara tersebut memperoleh manfaat penuh dari sumber daya alamnya.
Ini baru pemimpin yang membela kepentingan negara. Beda dengan kelakuan pak Lurah yang membela kepentingan keluarga dan kroni-nya, bukan?
Satu hal yang perlu diacungkan jempol adalah sikap Traore yang melarang operasi militer Perancis di Burkina Faso. Ini dilakukan untuk menunjukkan komitmen-nya dalam melindungi kedaulatan negara.
Bahkan ada 3 orang diplomat Perancis yang ditendang keluar dari Burkina Faso karena ditenggarai telah melakukan aksi subversif di tahun 2024 silam. (https://www.lemonde.fr/en/france/article/2023/09/15/burkina-expels-french-defense-attache-for-subversive-activities_6136176_7.html)
Dan yang terakhir, poros kebijakan Burkina Faso yang diarahkan ke Rusia, jelas menunjukkan ke arah mana ‘gerbong pemerintahan’ mau dibawa. (https://iafrica.com/russia-relies-on-former-students-to-expand-influence-in-africa/)
Dengan segudang catatan yang ada pada diri sang Kapten, nggak terlalu sulit untuk mematik api huru-hara yang bakal terjadi di Burkina Faso semasa kepemimpinannya, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)