Saat Assad Dipaksa Angkat Koper (*Bagian 2)


536

Saat Assad Dipaksa Angkat Koper (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan kita sudah bahas tentang sosok Bashar yang dipaksa pulkam dari studi medisnya di London, guna menggantikan posisi Hafez sebagai orang nomor 1 di Suriah. Padahal sedari awal Bashar nggak punya keinginan untuk itu. (baca disini)

Saya tidak katakan bahwa seorang Bashar nggak punya kompetensi samsek sebagai seorang negarawan. Bashar punya komptensi. Bahkan dia bisa berhasil memimpin Suriah selama lebih dari 2 dekade, itu bukti kemampuannya. Hanya saja, kompetensi sesungguhnya sebagai seorang pemimpin negara hanya bisa terlihat saat dirinya menghadapi krisis dan tekanan.

Dan krisis itu hadir pada saat Suriah menghadapi tekanan ekonomi akibat sanksi yang diterapkan AS pada negara itu sejak Maret 2011 silam. Di titik ini, kepiawaian seorang Bashar dalam memimpin terbukti gagal alias kurang kompeten. (https://www.state.gov/syria-sanctions/)

Mungkin ini yang bisa menjelaskan mengapa para jihadis bisa men’take over’ Suriah dalam waktu sangat singkat, karena para prajurit Bashar sudah mengalami demoralisasi dalam membela negara, akibat kondisi ekonomi yang mereka alami.

“Ngapain cape-cape bela negara sementara negara saja nggak pernah memikirkan kepentingan kita?” begitu kurleb-nya.

Lantas siapa yang berada dibalik kelompok jihadis yang berhasil menggulingkan rezim Bashar?

Nggak lain adalah sosok Abu Mohammad al-Jolani yang merupakan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Jolani sendiri dulunya adalah mantan komandan Al-Qaeda di Suriah (Jabhat al-Nusra). (https://www.theguardian.com/world/2024/dec/06/who-is-abu-mohammed-al-jolani-leader-of-syrian-insurgents-hts)

Kalo anda pemerhati perang Suriah, anda pasti hapal tentang kelakuan kelompok teroris jihadis sekelas Jabhat al-Nusra, yang tersinggung sedikit langsung tebas kepala lawan.

Nggak heran karena kekejamannya, FBI pernah kasih Rewards for Justice sebesar USD 10 juta bagi siapapun yang mampu mengidentifikasi keberadaan Jokani. Kebayang dong kebengisan seorang Jolani? (https://www.fbi.gov/contact-us/field-offices/washingtondc/news/press-releases/up-to-10-million-reward-offered-for-information-on-the-leader-of-the-al-nusrah-front)

Apakah Jolani bergerak sendirian atau dirinya hanyalah seorang boneka?

Gampang membuktikannya. Apa yang dikatakan Jolani kepada publik pasca dirinya berhasil menggulingkan Bashar.

“Kami nggak punya musuh selain rezim Assad, Hizbullah dan Iran. Apa yang dilakukan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon sangat membantu kami. Sekarang kami akan mengurus sisanya,” ungkapnya. (https://www.timesofisrael.com/syrian-rebel-commander-urges-israel-to-support-uprising-strike-iran-backed-forces/)

Bahkan saat wartawan Israel menanyakan apakah Jolani menjalin hubungan dengan pejabat di Israel, Jolani nggak mau menjawab pertanyaan tersebut. “No comment,” katanya.

Kenapa nggak berkata lugas bahwa Jolani memang nggak menjalin kontak dengan Israel samsek? Kenapa malah bilang ‘no comment’ yang seolah menyiratkan bahwa dirinya punya kaitan dengan pemerintah Zionis.

Belum lagi saat kelompok HTS binaan Jolani dimintai pendapatnya tentang Israel, mereka dengan jelas mengatakan, “Kami mencintai Israel dan kami tidak pernah menjadi musuhnya.” (https://www.timesofisrael.com/syria-rebels-appear-to-credit-israeli-strikes-on-hezbollah-with-aiding-shock-advance/)

Jadi siapa dibalik kelompok HTS yang oleh media mainstream Barat dinarasikan sebagai teroris jihadis insyaf tersebut? (https://edition.cnn.com/2024/12/06/middleeast/syria-hts-al-jolani-profile-intl/index.html)

Nggak terlalu sulit menjawab pertanyaan ini, bukan?

Satu yang perlu anda ketahui bahwa sebelum rebranding menjadi HTS di tahun 2017 silam, Jabhat al-Nusra tercatat pernah dipersenjatai AS dalam upaya menggulingkan rezim Bashar. (https://www.foxnews.com/world/i-gave-the-us-trucks-and-ammunition-to-al-qaeda-the-chaotic-us-effort-to-arm-syrian-rebels)

Selain itu, Turki juga kedapatan mem-back up kelompok ini dalam upaya menjatuhkan Bashar dengan cara memperbolehkan pangkalan di Idlib digunakan oleh jihadis Jabhat al-Nusra. (https://www.rt.com/news/482257-turkey-idlib-terrorists-russia/)

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mungkin HTS menaklukkan Suriah hanya dalam hitungan hari? Padahal bertahun-tahun kelompok ini gagal melakukan aksinya.

Banyak pihak berspekulasi bahwa jatuhnya rezim Bashar Assad adalah karena absen-nya kekuatan Rusia dan Iran dalam menyokongnya.

Itu mungkin benar adanya. Tapi kalo bisa menaklukkan Suriah hanya dalam hitungan hari, ini jelas membingungkan. Bagaimana mungkin?

Satu-satunya jawaban yang masuk akal atas pertanyaan ini adalah pernyataan yang dilontarkan oleh Ibrahim Rezaei selaku jubir Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan LN Majelis Konsultatif Iran.

“Ukraina telah mendukung oposisi bersenjata di Suriah dengan memasok mereka pesawat tanpa awak (drone),” begitu ungkapnya. (https://www.rt.com/news/609086-new-era-syria-lies-ahead-iran/)

Ini bukan tanpa sebab, mengingat berdasarkan pantauan-nya, para teroris di Suriah telah memiliki perlengkapan perang yang lebih baik dan lebih modern dari sebelumnya, dan itu karena pasokan yang diberikan pemerintah Ukraina.

Dan anehnya, pemerintah Kiev diam seribu bahasa menanggapi tudingan Iran tersebut. Jadi mahfum jika publik berandai-andai atas kebenaran tudingan yang telah dilontarkan Rezaei.

Berdasarkan data, Ukraine’s Main Directorate of Intelligence alias Dinas Intelijen Utama Ukraina (HUR) kedapatan telah menjalin kontak dengan para jihadis Hayat Tahrir el-Sham utamanya dalam melatih mereka menggunakan drone pada September silam. Pertemuan tersebut dilakukan di bagian tenggara Turki. (https://www.kyivpost.com/post/43117)

Nggak hanya itu sebab Iran mengklaim memiliki bukti kredibel yang menunjukkan bahwa perwakilan Kiev telah melatih jihadis HTS untuk mengoperasikan pesawat nirawak selain juga terlibat dalam perdagangan senjata ilegal.

Bahkan sekelas Washington Post juga telah mengonfirmasi bahwa pihak Ukraina telah mengirim setidaknya 150 drone dan juga operator drone ke Idlib sekitar bulan November awal silam. (https://www.washingtonpost.com/opinions/2024/12/10/ukraine-syria-russia-war/)

Lantas apa motif utama Ukraina untuk membantu para jihadis Suriah tersebut?

Nggak lain sebagai upaya balas dendam terhadap Rusia yang sudah mencabik-cabik negara tersebut. “Ini adalah cara Ukraina membuat Rusia berdarah-darah dan melemahkan klien-nya,” ungkap jurnalis Wapo, David Ignatius.

Termasuk menyerang pihak manapun yang selama ini menjadi satelit Rusia. Tidak terkecuali Suriah dibawah rezim Bashar Assad. (https://www.nytimes.com/2024/12/03/world/middleeast/syria-rebel-offensive-iran-russia.html)

Dengan demikian, teka-teki mengapa rezim Bashar bisa ditenggelamkan hanya dalam hitungan hari, ya karena ada sokongan persenjataan canggih yang diberikan Ukraina kepada para jihadis Suriah.

Apalagi tentara Bashar telah kena mental duluan akibat merasa ‘ditelantarkan’ oleh pemerintah Suriah. Klop sudah.

Pada bagian selanjutnya kita akan bahas apa dampak dari jatuhnya Damaskus pada hari-hari ke depan, termasuk apa sisi ‘sexy’ dari Suriah sehingga layak diperhitungkan sebagai wilayah yang strategis.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!