Penipisan Ozon?
Oleh: Ndaru Anugerah – 05122024
Apa penyebab pemanasan global?
Banyak hal tentunya. Dan salah satunya adalah narasi menipisnya lapisan ozon yang menyebabkan radiasi matahari menjadi tanpa penghalang.
“Penipisan ozon dan perubahan iklim saling terkait. Pada gilirannya, lapisan ozon yang menipis menyebabkan radiasi ultraviolet (UV) dari matahari, gagal diserap sehingga memanaskan stratosfer bumi,” begitu kurleb-nya. (https://csl.noaa.gov/assessments/ozone/2014/twentyquestions/Q18.pdf)
Apa iya?
Untuk bisa menjawab pertanyaan ini, maka anda harus tahu proses apa yang terjadi pada lapisan ozon tersebut.
Ozon terbentuk di atmosfer bagian atas dalam proses yang disebut fotodisosiasi. Ketika radiasi UV yang merupakan bagian kecil dari total elektromagnetik dari matahari, menghantam molekul oksigen bebas, maka molekul-molekul tersebut dipecah menjadi molekul oksigen tunggal yang bergabung dengan oksigen (O2) lainnya untuk menciptakan ozon (O3). (https://www.epa.gov/ozone-pollution-and-your-patients-health/what-ozone)
Bisa dikatakan UV sangat penting peranannya dalam pembentukkan ozon. Proses ini sendiri terjadi antara 15 dan 55 km di atas permukaan bumi dengan konsentrasi maksimum antara 15 dan 30 km.
Satu yang penting bahwa lapisan ozon dapat memperbaiki diri sendiri dari kerusakan yang dialaminya.
Hal ini bisa terjadi karena saat UV menembus lebih jauh ke atmosfer, maka UV akan bertemu dengan lebih banyak oksigen bebas yang diperlukan dalam membentuk ozon yang baru menggantikan ozon yang rusak. (https://archive.org/details/holesinozonesc00madu)
Lantas apa yang menyebabkan lapisan ozon menipis?
Kenapa menipis dan tidak berlubang?
Karena berdasarkan faktanya, rata-rata lapisan ozon hanya sekitar 3 mm setara dengan 300 DU. Namun, ada dan selalu ada area ozon yang lebih tipis di Antartika (sekitar 150 DU), tapi nggak membuat lubang seperti klaim selama ini.
Berdasarkan klaimnya, penyebab utama menipisnya lapisan ozon adalah karena penggunaan klorofluorokarbon (CFC). Nah, klorin yang dihasilkan dari proses kimiawi saat menggunakan CFC itu-lah yang ditenggarai menyebabkan ‘lubang’ pada ozon.
Point-nya, ada lubang pada ozon. Dan lubang ini terus bertambah seiring bertambahnya penggunaan CFC.
Coba anda pikir, apakah penggunaan alat-alat elektronik yang menggunakan CFC sebagai agen pendingin, terus bertambah atau justru menurun secara global? Bertambah, bukan?
Kontras dengan asumsi tersebut, laporan yang dirilis American Geophysical Union di tahun 2003 justru menampik asumsi penambahan lubang pada ozon.
“Laju kerusakan ozon di stratosfer atas melambat dan kadar klorin perusak ozon di lapisan atmosfer tersebut telah mencapai puncaknya dan telah menurun karena pengurangan polusi kloroflurokarbon di seluruh dunia,” begitu kurleb-nya. (https://www.sciencedaily.com/releases/2003/07/030730080139.htm)
Kenapa itu bisa terjadi?
Jawabannya singkat. Karena ozon bisa me-recovery kondisi mereka secara alami dengan bantuan radiasi UV dari matahari.
Tapi fakta ini menjadi nggak penting karena narasi kerusakan ozon oleh aktivitas manusia, justru yang terus didengungkan. Asumsinya, klorin yang merupakan produk sampingan dari CFC, dianggap sebagai penyebab kerusakan ozon. Titik.
Solusi yang ditawarkan?
Hindari sinar UV dari matahari.
Padahal sinar UV punya banyak manfaat. Salah satunya untuk membatasi skrofula, suatu jenis penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri, yang dimatikan oleh sinar UV. (https://www.imperial.ac.uk/news/61174/uv-light-cuts-spread-tb/)
Sinar UV juga menghasilkan vitamin D yang diperlukan untuk mencegah penyakit rakhitis, suatu bentuk penyakit yang menyebabkan tulang melunak. Ini bisa terjadi karena kurangnya paparan sinar UV dari matahari yang didapat. (https://publications.aap.org/pediatrics/article/122/5/1142/71470/Prevention-of-Rickets-and-Vitamin-D-Deficiency-in)
Dan masih banyak kegunaan UV lainnya.
Dalam mengatasi paparan UV, maka dikembangkan sunblock alias tabir surya.
Guna mengatasi kulit terbakar akibat sinar matahari (utamanya radiasi UVB), maka tabir surya (SPF) tiap tahun ditambah kadarnya, agar sinar matahari nggak diserap oleh kulit, melainkan dipantulkan kembali. (https://www.verywellhealth.com/sunscreen-or-sunblock-514381)
Menjadi jamak jika produsen produk-produk SPF dan sunscreen, tiap tahun makin kencang margin keuntungannya. Makin naik kadar SPF, makin mahal harganya, dan tentu saja makin banyak ‘cuan’nya. (https://www.statista.com/forecasts/812522/sun-care-market-value-global)
Jadi lupakan soal manfaat UV bagi manusia. Yang terpenting adalah bahwa CFC merupakan biang kerok kerusakan lapisan ozon. Bahkan peraih Nobel bidang Kimia, telah mengonfirmasi ‘kebenaran’ ini. (http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/chemistry/laureates/1995/)
Lucunya, berdasarkan data, jumlah klorin yang terkandung dalam CFC yang ada di dunia, nggak ada apa-apanya jika dibanding dengan jumlah klorin yang dilepaskan dari sumber-sumber alami seperti letusan gunung berapi hingga pelapukan bebatuan. (https://archive.org/details/holesinozonesc00madu/mode/2up)
Menanggapi hal ini, maka jurus pamungkas dikeluarkan. “Klorin yang dikeluarkan CFC berbeda dengan klorin yang dilepaskan oleh sumber-sumber alami. Meskipun secara kuantitas jumlahnya lebih banyak yang alami, namun tidak merusak lapisan ozon.”
Cendol deh.
Yang namanya klorin, mau diproduksi alami atau nggak, ya tetap saja rumus kimianya sama. Kalo yang satu bersifat merusak, masa yang satunya lagi bisa nggak merusak?
Sama halnya dengan CO2 hasil pembakaran bahan bakar fosil, yang diklaim berbeda dengan CO2 produk respirasi dari tanaman.
Dimana logikanya?
Jawaban atas teka-teki ini bisa kita temukan saat kita membuka ‘kitab suci’ dari Club of Rome, Man at the Turning Point yang dirilis pada 1974 silam.
“Bumi memiliki kanker, dan kanker itu adalah manusia,” begitu kurleb-nya. (https://www.clubofrome.org/wpcontent/uploads/2024/01/1975_Mankind_at_the_Turning_Point.pdf)
Atau karya Club of Rome yang rilis di 1991 silam, The First Global Revolution.
“Dalam upaya mencari musuh baru untuk mempersatukan kita, kami menemukan ide bahwa polusi, ancaman pemanasan global, kekurangan air, kelaparan dan sejenisnya…semua bahaya ini disebabkan oleh campur tangan manusia, dan hanya dengan perubahan sikap dan perilaku-lah, semua itu dapat ditanggulangi. Jadi, musuh yang sebenarnya adalah manusia itu sendiri.” (https://www.clubofrome.org/publication/the-first-global-revolution-1991/)
Teknisnya, dalam mencari musuh bersama, kartel Ndoro besar menciptakan masalah baru, kemudian dibesar-besarkan lewat media yang mereka miliki. Belakangan mereka kasih solusi sebagai cara cari selamat, yang nggak lain pembentukkan Tatanan Dunia Baru dimana sang Ndoro-lah yang pegang kendali dalam mengatasi masalah yang sebenarnya nggak ada.
The point is that the real problem is not always seen on surface, since the real one lies deep within. Dan itu adalah manusia yang harus ‘diperangi’.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)