Tak Lagi Sejalan


509

Tak Lagi Sejalan

Oleh: Ndaru Anugerah – 02122024

Februari 2022. Pilpres di Filipina digelar untuk memilih pengganti Rodrigo Duterte, dengan hasil kemenangan telak bagi paslon Bongbong Marcos dan Sara Duterte atas pesaing mereka Leni Robredo dan Francis Pangilinan. (https://www.dw.com/en/philippines-marcos-jr-wins-presidential-election-landslide/a-61727645)

Kemenangan ini cukup mengejutkan, karena hanya bermodalkan joget-joget tanpa program yang jelas, akhirnya paslon Bongbong dan Sara bisa memenangkan kontestasi dengan skor telak. (baca disini dan disini)

Ini menandai era baru dalam pakem pilpres, bahwa kampanye nir-program sebisa mungkin dihindari oleh para paslon jika ingin memenangkan kontestasi, dan beralih pada model kampanye yang lebih mengedepankan gimmick semata.

Yang penting kuasai media sosial, dan memborbardir-nya dengan propaganda sesat alias mis-informasi kepada calon pemilih. Toh, nggak ada yang memverifikasi akan hal itu, bukan? (https://www.mdif.org/news/election-2022-philippines/)

Pertanyaannya: apakah dengan kemenangan paslon Bongbong dan Sara, maka pemerintah Filipina bisa berjalan seiring sejalan?

Disini masalah bermula.

Sedari awal, vested-interest kedua-nya dalam memandang pilpres 2028 mendatang, ini yang perlu jadi sorotan. Baik di pihak Bongbong maupun Sara, keduanya punya kepentingan yang sama untuk bisa memimpin Filipina kembali pada gelaran pilpres 2028.

Ini sebenarnya yang jadi alasan kuat, mengapa kedua-nya kemudian saling sikut setelah terpilih.

Berawal saat DPR Filipima mencopot mantan presiden Gloria Macapagal Arroyo sebagai wakil ketua DPR pada Mei 2023 silam. Tindakan ini sukses memicu kemarahan Sara, karena bagaimanapun Arroyo adalah mentor politik Sara.

Nggak hanya itu, sebab pemerintahan Bongbong juga akan mengawasi secara ketat tentang penggunaan dana diskresioner senilai jutaan dollar AS yang saat itu jadi kewenangan Sara sebagai wapres.

“Kok bisa-bisanya penggunaan dana yang awalnya tidak diaudit oleh pemerintah, sekarang mendapat perlakuan yang beda?” begitu kurleb-nya. (https://www.philstar.com/headlines/2023/11/07/2309672/demoted-again-house-removes-arroyo-deputy-speaker-position)

Sampai kemudian ketua DPR Romualdez yang merupakan sepupu Bongbong, kemudian memberi perintah menahan kepala staf wapres,  Zuleika Lopez, karena dianggap tidak kooperatif dalam menjawab pertanyaan seputar penyalahgunaan dana yang terjadi di kantor wapres.

Merespon serangan yang diberikan kepadanya, Sara kemudian berseloroh bahwa semua treatment yang di-alamatkan kepadanya, sengaja dibuat oleh genk Bongbong untuk menjegalnya maju pada pilpres 2028 mendatang. (https://newsinfo.inquirer.net/1986952/romualdez-ovp-needs-2025-budget-despite-lawmakers-concerns)

Bahkan Sara menuding pihak Bongbong menginginkannya agar dirinya bisa ‘disingkirkan’ dari peredaran. “Bongbong menginginkan kematian saya,” begitu kurleb-nya.

Ujung dari perseteruan ini adalah saat Sara menyatakan bahwa dirinya akan membunuh Bongbong, jika dirinya terbunuh lebih dulu pada 23 November 2024 silam.

“Saya sudah bicara dengan seseorang. Saya bilang kalo saya terbunuh, bunuh saja Bongbong Marcos, Liza Araneta (ibu negara) dan Martin Romualdez (ketua DPR). Ini tidak main-main karena saya sudah memberikan instruksi,” demikian ungkapnya. (https://www.reuters.com/world/asia-pacific/philippine-vp-says-she-would-have-marcos-assassinated-if-she-is-killed-2024-11-23/)

Pada lain kesempatan, Sara juga mengatakan kepada publik bahwa hubungannya dengan Bongbong Marcos menjadi begitu beracun sehingga dia terkadang membayangkan bisa memenggal kepalanya. (https://www.aljazeera.com/news/2024/11/23/philippines-vp-sara-duterte-threatens-marcos-assassination-if-she-is-killed)

Ngeri-ngeri sedap.

Bukannya meredakan ketegangan, pihak Bongbong malah merespon dengan mengeluarkan statement yang justru kontraproduktif.

“Setiap ancaman terhadap nyawa presiden dan keluarganya dari manapun asalnya, akan ditangani dengan sangat serius. Kami menganggap ini sebagai masalah keamanan nasional dan akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan keselamatan presiden,” demikian penjelasan pihak Bongbong.

Merasa diperlakukan semena-mena oleh pemerintahan Bongbong, Duterte secara terbuka menyerukan pemisahan diri atas Pulau Mindanao dari wilayah Filipina selain mengancam akan menggulingkan Bongbong melalui pemberontakkan rakyat. (http://constitutionnet.org/news/philippines-former-president-duterte-calls-mindanao-independence-alliance)

Makin meruncinglah konflik diantara kedua kekuatan besar yang menguasai Filipina tersebut.

Merujuk pada pertikaian ini, adakah pihak eksternal yang bermain?

Selama hidup dipengasingan di Hawaii, dinasti Marcos punya anggapan bahwa AS adalah sekutu yang bisa diandalkan dalam melawan serangan China di Laut China Selatan. (https://fulcrum.sg/a-strategic-reset-the-philippines-united-states-alliance-under-president-marcos-jr/)

Di sisi yang lain, dinasti Duterte justru mendekatkan diri ke pemerintahan Tiongkok. Bahkan saat menjabat, Rodrigo Duterte justru menggandeng Beijing sebagai rekanan strategis  bagi pemerintahannya. (https://thediplomat.com/2024/09/parsing-the-philippines-pivot-to-china-under-rodrigo-duterte/)

Nggak main-main, semasa berjaya, Duterte menempatkan China sebagai mitra dagang utama Filipina, meskipun secara hitung-hitungan ekenominya, perdagangan bilateral keduanya amatlah timpang, karena nyatanya Filipina mengalami defisit perdagangan dengan China.

Berdasarkan info, pada tahun lalu Tiongkok menyumbang seperempat total impor bulanan Filipina yang mencapai USD 2,72 miliar. Sementara ekspor Filipina ke Tiongkok hanya sebesar USD 821,53 juta para periode yang sama. Ini jelas njomplang. (https://newsinfo.inquirer.net/1892658/ph-losing-out-on-china-investments-due-to-scs-dispute-trade-group)

Sudah tahu rugi, kok terus dilanjutkan?

Tentu saja bisa. Ini dimungkinkan terjadi karena sesungguhnya banyak oligarki Filipina yang mengais keuntungan dari kerjasama bisnis dengan Tiongkok.

Makanya saat kepentingan bisnis mereka terganggu oleh aksi Bongbong, mereka lantang bersuara menentangnya. (https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-12-14/owner-of-the-philippines-largest-malls-says-china-feud-may-hurt-businesses)

“China sangat dekat dengan kita, jadi kita nggak boleh terlalu bermusuhan dan lebih mengedepankan negosiasi yang lebih damai,” ungkapnya.

Lantas apa karena alasan kedekatan semata maka seorang Bongbong mau mendekatkan diri ke AS?

Nggak juga sih.

Selama ini, Bongbong tengah menghadapi banyak kasus pengadilan di AS atas tuduhan korupsi besar-besaran selama ortunya menjabat, dan juga pelanggaran HAM. (https://www.rappler.com/nation/bongbong-marcos-evades-millions-dollars-contempt-judgment-united-states/)

Atas masalah ini, pemerintah AS menawarkan bantuan kepada sosok Bongbong agar terlepas dari semua tuntutan tersebut. “Kalo pelanggaran HAM mungkin bisa mahfum karena ganjarannya hanya jeruji besi. Nah kalo harta hasil ‘rampokan’ disita negara, apa nggak pusing?” begitu pikirnya. (https://globalnation.inquirer.net/204431/bongbong-marcos-can-enter-us-due-to-immunity-envoy)

Yang namanya bantuan, tentu nggak gratis.

Sebagai imbal baliknya, AS meminta rezim Bongbong untuk menyediakan akses pangkalan militer yang lebih besar di Filipina (khususnya di provinsi Batanes yang ada di Utara), selain meminta Filipina untuk mengurangi porsi kerjasama keamanan dengan Tiongkok. (https://www.reuters.com/world/us-military-talks-develop-port-philippines-facing-taiwan-2023-08-30/)

Bagaimana akhir dari perseteruan kedua pihak tersebut? Apakah China hanya berdiam diri tanpa menggerakkan proxy-nya?

Ya kita lihat saja. Yang jelas, kepentingan rakyat Filipina nggak akan jadi skala prioritas bagi kedua kelompok yang bertikai.

Dan parahnya, mayoritas warga Filipina justru mendukung kebijakan Bongbong yang condong ke Washington meski nggak ada untungnya kerjasama itu buat mereka. (https://www.pna.gov.ph/articles/1216997)

Sebagai penutup, mengutip kata-kata Thomas Carothers, kelihatannya proses demokratisasi di Filipina akan stagnan alias jalan ditempat selama beberapa tahun ke depan dan masuk dalam kubangan kepentingan para oligarki yang berkuasa disana. Dan rakyat hanya bisa terdiam melihat semuanya terjadi tanpa bisa berbuat apa-apa. (https://carnegie-production-assets.s3.amazonaws.com/static/files/Carothers_Empowerment_Final.pdf)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!