Ketika Modal Joget Bisa Menang (*Bagian 1)


535

Ketika Modal Joget Bisa Menang (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah – 29112024

Bagaimana memaknai kemenangan Ferdinand Marcos Jr. alias Bongbong pada gelaran pilpres 2022 silam di Filipina?

Sebelum membahas masalah ini, kita perlu tahu dulu siapa sosok Bongbong.

Bongbong merupakan putra dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos. Sebagai informasi, Marcos pernah berkuasa di Filipina dengan menjadi orang nomor satu disana selama kurleb 21 tahun lamanya, sejak 1965 hingga 1986 sebelum akhirnya digulung gerakan massa.

Itupun, karena desakan rakyat Filipina saat itu yang menginginkan dirinya lengser dari kursi singgahsana. (https://www.abs-cbn.com/justlovekids/articles-news/1986-edsa-people-power-revolution-filipinos-collective-action-to-reclaim-freedom-21758)

Pertanyaannya: mengapa Marcos harus dilengserkan?

Paling tidak ada 4 kesalahan fatal yang telah dilakukannya.

Dari sisi HAM saja, Marcos tercatat kerang melakukan tindakan represif terhafap aktivis dan golongan oposisi. Yang paling monumental adalah saat dirinya mendeklarasikan Martial Law alias UU Darurat Militer di tahun 1972. (https://www.britannica.com/place/Philippines/Martial-law)

Adapun, UU Darurat Militer tersebut terpaksa dikeluarkannya karena untuk menanggulangi aksi separatis Muslim Moro dan juga pemberontakan Partai Komunis Filipina. Selain itu, UU tersebut diperlukan untuk membungkam gerakan mahasiswa yang kerap menggoyang kepemimpinannya. “Sedikit-sedikit di demo kan pusing juga pala Barbie,” begitu pikirnya.

Berdasarkan catatan sejarah, UU Darurat ala Marcos sukses menangkap, menyiksa dan membunuh entitas (tanpa melalui proses peradilan yang sah) yang dianggap sebagai ‘musuh negara’ yang sebenarnya adalah oposisi dalam pemerintahannya.

“Sekitar 70 ribu orang dipenjara, 34 ribu orang disiksa dan lebih dari 3200 orang terbunuh dalam sembulan tahun setelah rezim Marcos memberlakukan status darurat militer,” ungkap Amnesty International. (https://www.bbc.com/news/world-asia-63056898)

Kesalahan Marcos kedua adalah utang Filipina yang menggunung hingga mencapai USD 25 miliar di tahun 1983. Ini bisa terjadi karena rezim Marcos terkenal getol dalam menjarah uang negara dan dibagikan kepada kroni-kroninya. (https://www.jstor.org/stable/27908505)

Kesalahan Marcos berikutnya adalah pembunuhan yang dilakukan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr. (Ninoy) pada 21 Agustus 1983 setelah kepulangan dari LN.

Adapun alasan pembunuhan Ninoy dilatar belakangi aksinya dalam menentang kepemimpinan Marcos selain alasannya untuk menjadi penantang Marcos pada gelaran pilpres 1986. (http://news.bbc.co.uk/onthisday/hi/dates/stories/august/21/newsid_2534000/2534945.stm)

Dan alasan terakhir kesalahan Marcos adalah karena kecurangan yang dilakukan pada Pemilu 1986 yang akhirnya mengantarnya kembali menjadi orang nomor 1 di Filipina. (https://www.nytimes.com/1986/02/10/world/observers-of-vote-cite-wide-fraud-by-marcos-party.html)

Keempat kesalahan tersebut sukses memicu kemarahan rakyat Filipina.

Bukannya bebenah atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, eh Marcos malah manipulasi hasil pilpres guna memperpanjang masa jabatan.

Walhasil pada Februari 1986, rakyat Filipina melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk menolak hasil pemilu dengan titik kumpul di Epifianio de los Santos Avenue (EDSA). Karenanya gerakan perlawanan yang berlangsung damai tersebut disebut sebagai gerakan EDSA dan belakangan sukses menggulingkan presiden Marcos.

Namun, lengsernya Marcos nggak menyelesaikan masalah, malah membuat masalah baru.

Maksudnya gimana?

Semenjak Marcos dan keluarganya hengkang dan cari suaka ke Hawaii setelah meninggalkan Istana Malacanang, satu yang perlu dicatat adalah harta kekayaan yang didapatnya saat menjabat tidak otomatis balik ke negara.

Bahkan nyaris nggak tersentuh oleh hukum sama sekali.

Yang ditinggal paling hanya ribuan pasang sepatu Imelda sang permaisuri di Istana Kepresidenan Malacanang. Lha ribuan pasang sepatu tersebut apa bisa dipakai untuk bayar utang negara Filipina? Kan nggak. (https://www.bbc.co.uk/programmes/p0j1wpzp)

Diwaktu Marcos meninggoy dan Presiden Cory Aquino berkuasa, Cory justru memberikan pengampunan pada Imelda dan diperbolehkan kembali ke Filipina.

Mendapat angin segar, Imelda-pun pulang kampung di tahun 1991 silam dan disambut layaknya superstar di Ilocos Norte yang jadi basis kekuatan politik dinasti Marcos. Gimana ceritanya istri diktator yang sudah merampok negara, kok dikasih karpet merah layaknya artis K-Pop? (https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1991-11-04-mn-700-story.html)

Belum lagi perlakuan istimewa lainnya yang ‘didapat’ keluarga Marcos.

Semisal saat keluarga Marcos dituntut ke pengadilan terkait pelanggaran HAM dan korupsi oleh negara. Tetapi karena stock uang-nya banyak, maka semua tuntutan yang dialamatkan kepada mereka jadi mental karena berhasil sogok sana dan sogok sini.

Pun ada dimana keluarga Marcos dijatuhi vonis pengadilan karena kasus korupsi saat dirinya berkuasa, dendanya nggak sebanding dengan banyaknya hasil ‘rampokan’ yang dia dapatkan. Bahkan hingga kini sang ibu Suri bisa leha-leha di Filipina, tanpa terjerat kasus apapun. (https://apnews.com/article/ddd8994857004ea3b947921ba7fb0a44)

Ini kemudian yang membuka celah bagi dinasti Marcos untuk bangkit kembali dari kuburnya. Berbekal ‘privilage’ yang didapatkan dari negara, dinasti Marcos mulai menyusun kekuatan untuk bisa kembali meraih kursi singgahsana.

Dengan kekayaan yang masih segudang, dinasti Marcos mulai mencoba peruntungan dengan ikutan kontestasi pemilu.

Tercatat seorang Imelda pernah maju sebagai kandidat presiden pada gelaran pilpres 1992 dan 1998, meskipun akhirnya dirinya menelan kekalahan. (https://www.washingtonpost.com/archive/politics/1992/01/08/imelda-marcos-seeks-presidency-of-philippines/375d5609-60fa-47ff-8e9c-fdac2998625e/)

Meskipun nggak berhasil meraih kursi Filipina 1, toh langkah yang diambil dinasti Marcos nggak seutuhnya gagal. Nyatanya putra-putri mereka, Bongbong dan Imee berhasil menjadi anggota parlemen dan kepala daerah di kampung halaman mereka. (https://legacy.senate.gov.ph/senators/sen_bio/bmarcos_bio.asp)

Dan ini merupakan modal awal untuk meraih sesuatu yang lebih besar dikemudian hari, yakni merebut kursi singgahsana di Istana Malacanang.

Pada bagian selanjutnya kita akan bahas langkah yang diambil dinasti Marcos dalam meraih impian mereka tersebut.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!