Kuasai Pangan
Seorang rekan pernah berkata kepada saya: “Kalo mau kuasai negara, kuasai pangannya.” Kata-kata itu sudah lama tidak saya dengar, sampai adanya kasus beras oplosan yang berhasil digagalkan oleh tim kepolisian.
Sedari awal, pemerintahan Jokowi sangat sadar, kalo mafia pangan di negeri ini sudah menggurita seperti halnya mafia migas. Untuk antisipasi, pakde mengeluarkan PP No.71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang diteken pada 15 Juni 2015 silam. Apa tujuannya? Untuk menjamin ketersediaan 19 produk sembako hingga semen tetap ada dan harganya aman terkendali. Cukup? Selanjutnya, satgas stabilitas pangan-pun dibentuk yang melibatkan kementan, kemendag, kemendagri, pemda, bulog dan kepolisian. Apa fungsinya? Untuk menetapkan dan memantau harga eceran tertinggi (HET) harga sembako. Yang melangar aturan, langsung sikat bleh…
Upaya dobel preventif-pun dibuat Bank Indonesia dengan meresmikan Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPSN). Apa gunanya? Kalo emak-emak mau liat harga sembako secara online, tinggal pantengin aja portal www.hargapangan.id via gadget. Kalo harganya ada yang menyimpang, tinggal laporin ke satgas pangan, maka penjual yang mainin harga langsung tercyduk..
Maka boncos-lah para mafia pangan di negeri ini. Adanya satgas dan keterbukaan membuat mereka mati gaya… Kalo dulu mereka bisa mainin harga seenak jidat plus bisa menggoyang stabiltas nasional, sekarang sedikit salah aja, maka mereka pun bisa tercyduk-duk-duk…apes bingitss dahh..
Dan terakhir, pak Tito pun kembali membongkar mafia beras. Kali ini pemainnya PT Indo Beras Unggul (IBU), anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Ini perusahaan, yang menjadi Komisaris Utamanya adalah Anton Apriyantono, mantan menteri pertanian dari fekaes di era pepo.
Sebenarnya apa yang salah? Nyok, kita lihat faktanya…
Beras subsidi menurut definisi adalah dalam rangka memproduksi beras tersebut, mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, mulai subsidi benih sebesar Rp 1,3 triliun, subsidi pupuk Rp 31,2 triliun, subsidi sarana dan prasarana yang bernilai triliunan juga plus subsidi rastra alias beras sejahtera Rp 19,8 triliun. Dengan kata lain, pemerintah sudah ngeluarin banyak duit subsidi untuk mengendalikan harga beras secara aman. Petani mau nanam padi, karena harga dijamin di pemerintah, dan masyarakat bisa membeli harga beras dengan harga yang masuk akal. Harapannya cuma satu: suatu saat kita bisa swasembada pangan.
Sebagai gambaran, padi yang disubsidi ini diberi nama Varietas Unggul Baru (VUB)dengan varian antara lain Ciherang, Bagendit, Impari, Ciliwung, Cibogo, IR64 dan masih banyak lagi. VUB ini digunakan petani sekitar 90% dari luas panen padi. Singkatnya, padi yang tidak bersubsidi hanya 10%an saja luas panen, aliasnya itu nggak banyak jumlahnya. Sekarang masuk akal-kah kalo misalnya PT IBU mengklaim hanya membeli gabah dari petani non-subsidi yang hanya 10% tadi? Ini yang harus ditelusuri oleh pihak yang berwajib. Jika ketahuan membeli dari petani yang telah mendapat subsidi, maka ini jelas mafia namanya. Ibarat pedagang bensin eceran, yang membeli dari bensin yang disubsidi, lalu ngejual dengan harga seenak jidatnya. Maling itu mah woiii…
Berikutnya, yang membedakan antara beras premium dan medium adalah kadar karbohidratnya. Yang premium kadar karbohidratnya maksimal 25%. Namun berdasarkan penelitian, beras Maknyus dan Ayam Jago kadarnya 81,45%. Berdasarkan hasil temuan ini, pihak kepolisian mengatakan bahwa PT IBU melakukan penipuan konsumen. Ibarat barang KW tapi dibandrol barang asli. Yang paling masuk akal adalah PT IBU telah mengoplos beras premium dengan beras medium yang telah dibeli dari petani dengan harga murah tadi. Berdasarkan kalkulasi, keuntungan yang didapat PT IBU ditaksir sekitar Rp 400 Trilyun setahun. Alamakkk…. Itu baru setahun, nah terus tuh perusahaan udah jalan berapa tahun, coba?? Dengan uang sebanyak itu, akan mudahlah menggoyang pemerintah yang sah lewat jalur pangan yang telah mereka kuasai.
Seribu satu bantahan diberikan oleh PT IBU, dari mulai hasil uji lab yang tidak berkesuaian karena beras produksinya sebelum dipasarkan sudah diuji di lab yang kredibel dan terakreditasi. Jadi nggak mungkin bohong. Pertanyaannya: emang PT IBU udah bisa produksi beras premium sendiri?
Jadi ingat, kalo kader-kader fekaes yang lain, begitu tercyduk lantas dengan gampangnya berkata kalo mereka di dzolimi. Tapi ujung-ujungnya toh masuk juga jeruji besi. Belom lama, PT IBU malah menegaskan kalo pihak kepolisian akan menerima azab karena sudah mempolitisir kasus mereka. Anjayy….
Saya pribadi mengharapkan, agar pak Tito dan jajarannya gak usah ambil pusing sama tudungan mereka. Biarlah anjing menggonggong, penyelidikan jalan terus, pak…namanya juga Partai Korupsi Sego… Dan yang lebih penting lagi, aksi para mafia ini tidak akan pernah berhenti, sampai pakde Jokowi lengser dari singgah sananya. Nah coba pikir deh, biasa ongkang-ongkang kaki terus situ dapet untung, nah sekarang boro-boro untung, yang ada buntung. Masih mau buntung terus-terusan? Yang boneng aja, brayyy….
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments