Kebohongan Big Pharma (*Bagian 3)


527

Kebohongan Big Pharma (*Bagian 3)

Oleh: Ndaru Anugerah – 01112024

Kita sudah bahas tentang asal muasal narasi kolesterol yang digadang-gadang menyebabkan penyakit jantung pada seseorang. Karenanya hanya ada satu solusi medis untuk mengatasinya yakni melalui konsumsi obat statin. (baca disini)

Masalahnya, statin sebagai solusi atas masalah kolesterol, nggak mendatangkan manfaat seperti yang selama ini diklaim. Disamping memliki angka cidera yang cukup tinggi bagi para penggunanya, statin juga mendatangkan segudang penyakit komplikasi yang mematikan. (baca disini)

Bagaimana ini bisa terjadi?

Sebelum bahas soal itu, anda harus pahami terlebih dahulu kalo statin bekerja dengan cara menghambat enzim yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi kolesterol. Sayangnya, proses penghambatan enzim oleh statin justru mengganggu berbagai proses fisiologis penting lainnya.

Ini bisa terjadi karena kolesterol memiliki berbagai fungsi dalam tubuh seperti prekursor bagi banyak hormon yang berbeda. Selain itu, kolesterol juga membentuk memori pada otak. Proses sinapsis otak memerlukan kolesterol agar bisa berfungsi dengan baik.

Hal ini bisa terjadi karena kolesterol terlalu besar untuk bisa masuk ke otak. Karenanya, sel glia selaku sel pendukung sel saraf, mensintesisnya di dalam otak. Nah, proses ini justru terhambat karena statin justru menghambat produksi kolesterol oleh sel glia.

Dan yang nggak kalah penting adalah fungsi kognisi pada seseorang, justru bergantung pada kolesterol. Bahkan pada salah satu penelitian menemukan bahwa gangguan kognisi ditemukan pada 100% pengguna statin, dari mulai amnesia, kebingungan, disorientasi hingga kepikunan. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10806282/)

Sayangnya, para dokter justru menganggap bahwa penurunan cepat pasien ke dalam proses demensia ini, sebagai perubahan komposisi otak akibat senilis yang menuju pada Alzheimer.

Padahal penyebab sebenarnya bukan karena itu, melainkan karena obat statin yang mereka konsumsi secara rutin dalam menangangi kolesterol.

Berita buruknya, sejumlah penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol yang rendah dengan tindak kekerasan alias memicu agresivitas pada seseorang. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9499332/)

Dengan kata lain, tanpa kolesterol yang cukup, seseorang justru punya potensi menderita gangguan kognisi. Dan ini bisa terjadi karena treatment menggunakan statin.

Jika anda berpikir bahwa kerusakan kognisi tersebut bisa diselesaikan dengan cara tidak lagi mengonsumsi statin, nyatanya kerusakan yang ditimbulkan bersifat permanen dan bukan temporal.

Kembali ke laptop.

Lantas apa saja yang terganggu dalam proses pembentukkan kolesterol oleh statin?

Pertama adalah CoQ10 yang merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh mitokondria dan juga stabilitas dinding sel kita. Dengan hadirnya statin, maka kandungan CoQ10 langsung berkurang karena efek samping yang ditimbulkannya.

Jika hal ini dibiarkan terjadi, maka segudang masalah siap menanti, dari mulai kerusakan mitokondria, kekurangan energi, sesak napas hingga miopati (kram otot) dan neuropati perifer (mati rasa/kesemutan pada tangan dan kaki).

Selanjutnya yang terganggu proses-nya karena hadirnya statin adalah dolichol.

Apa peran dolichol?

Dolichol sangat berperan dalam mensintesis protein bahkan neuropeptida yang ada di seluruh tubuh. Karena neuropeptida sangat penting dalam menjaga pikiran, emosi dan sensasi seseorang, maka hadirnya statin justru menghalangi produksinya pada tubuh seseorang.

Dapat ditebak bahwa penggunaan statin justru menghambat produksi dolichol dan neuropeptida, sehingga timbul agresi, pemusuhan, perasaan baper, amarah, keinginan untuk bunuh diri hingga hasrat untuk membunuh.

Berikutnya peran statin yang mengganggu proses sintesis mevalonat, yang berakibat pada proses salah lipat pada protein Tau. Banyak penyakit neurologis (seperti Parkinson, Alzheimer, ALS, dan MS) yang bisa terjadi karena proses protein yang salah lipat.

“Dan ini bisa dipicu saat seorang menggunakan statin,” begitu ungkap Graveline.

Jadi apa yang bisa disimpulkan atas penggunaan protein yang secara faktual menghambat produksi enzim vital pada seseorang?

Makin sering anda konsumsi statin, maka semakin besar kemungkinan anda terkena gangguan kognisi hingga terkena penyakit neurologis.

Mau percaya atau nggak, pilihan itu ada di tangan anda.

Pertanyaannya: kenapa statin bisa laku di pasaran?

Karena kuatnya promosi yang dilakukan Big Pharma. Bahwa penyakit jantung disebabkan oleh lemak yang menyumbat arteri seperti hal-nya yang terjadi pada pipa pembuangan. Bahasa sederhananya karena terbentuknya plak pada arteri.

Plak pada arteri itu mengandung kristal kolesterol yang terbentuk dari kolesterol bebas. Ini bisa ditemukan dalam sel darah merah. (https://www.sciencedirect.com/s,cience/article/pii/S0022227520600207)

Tapi itu bukan kolesterol jahat yang beredar dalam aliran darah yang terkandung dalam lipoprotein.

Sebagian besar kolesterol yang ditemukan sebagai plak merupakan kolesterol bebas berupa lipoprotein A dan bukan kolesterol jahat seperti yang dituduhkan selama ini. (https://www.jlr.org/article/S0022-2275(20)42092-9/pdf)

Ini sangat masuk akal.

Mengapa?

Karena lipoprotein A selain dapat memperbaiki kerusakan arteri, juga dapat membuat gumpalan resistan yang berujung pada terbentuknya plak pada arteri. Itu sebab peningkatan kadar lipoprotein A, berkaitan erat dengan risiko seseorang terkena serangan jantung ataupun stroke. (https://drmalcolmkendrick.org/2018/08/16/what-causes-heart-disease-part-52/)

Lalu apa penyebab penyakit jantung sesungguhnya?

Banyak hal, tentu-nya. Salah satunya pola konsumsi gula pada makanan yang kita santap seperti yang diungkapkan oleh Prof. John Yudkin diawal tulisan.

Karenanya menggangtungkan harapan pada statin atas solusi kolesterol anda, saya pikir itu salah kaprah.

Anyway, pilihan tetap di tangan anda.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!