Cari Aman Pak Lurah


518

Cari Aman Pak Lurah

Oleh: Ndaru Anugerah – 13082024

“Bang, kenapa Airlangga mengundurkan diri dari Beringin?” tanya seorang netizen.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Airlangga Hartarto resmi mengundurkan diri dalam kapasitasnya sebagai Ketum DPP Partai Golkar, per 11 Agustus silam. (https://ikobengkulu.com/detail/1942/airlangga-hartarto-resmi-mundur-dari-golkar-ini-alasan-di-balik-keputusan-mengejutkan)

Apa alasan dibalik pengunduran dirinya tersebut?

Berdasarkan keterangan resminya, Airlangga menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga keutuhan partai tempatnya bernaung, selain memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan datang.

Kalo alasannya demi menjaga keutuhan partai, ngapain juga harus mundur saat ini? Bukankah sebentar lagi partai Beringin tersebut akan melakukan munas di bulan Desember guna mencari pemimpin baru? (https://news.detik.com/berita/d-7254656/golkar-munas-bulan-desember-tiap-5-tahun-di-luar-itu-inkonstitusional)

Sepertinya, kalo alasannya hanya untuk menjaga keutuhan partai, itu terlalu sederhana untuk bisa diterima.

Lagian, secara prestasi Airlangga dinilai sukses membawa Golkar sebagai partai runner-up dalam pemilu legislatif 2024 silam. Masa iya prestasi seperti itu nggak dipertimbangkan sebagai faktor untuk dirinya bisa berkuasa sebagai ketum Golkar? (https://www.cnbcindonesia.com/research/20240322135723-128-524496/3-senjata-golkar-jadi-bintang-pemilu-2024-kuasai-14-provinsi)

Lantas apa yang terjadi?

Benarkah itu inisiatif pribadi Airlangga atau justru ada desakan dari eksternal?

Untuk menjawab teka-teki ini, kita mundur ke hari Jumat, 9 Agustus 2024 silam.

Di hari itu, bertempat di Istana Kepresidenan Jakarta, Airlangga bertemu dengan pak Lurah. Berdasarkan informasi, keduanya bertemu kurleb 1 jam-an hingga pukul 14:00. (https://nasional.tempo.co/read/1902445/sehari-sebelum-teken-surat-mundur-airlangga-bertemu-empat-mata-dengan-jokowi)

Berdasarkan informasi internal partai Golkar, ada beberapa item yang ‘disepakati’ pada pertemuan tersebut.

Apa saja?

Pertama bahwa Airlangga harus turun dari jabatannya sebagai ketum, dan penggantinya kelak sebagai pelaksana tugas adalah Agus Gumiwang yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perindustrian.

Padahal publik sudah tahu bahwa hubungan antara Airlangga dan Agus tidak baik-baik saja. Kenapa ditunjuk sosok sebagai pelaksana tugas adalah Agus yang notabene-nya nggak se-frekuensi dengan Airlangga?

Kedua akan ada rencana percepatan munas partai Golkar, yang semula di bulan Desember, rencananya akan dimajukan di akhir Agustus ini. Agendanya spesifik: menunjuk ketum baru.

Siapa sosok yang akan dimajukan pak Lurah?

Tentu saja loyalis yang selama ini telah pasang badan buat pak Lurah. Dia adalah Bahlil Lahdalia. Setidaknya Bahlil telah berani menggulirkan wacana 3 periode bagi pak Lurah, meskipun ide-nya tersebut mendapat tentangan dari banyak pihak. (https://nasional.tempo.co/read/1789823/bahlil-lahadalia-soal-wacana-presiden-3-periode-itu-salah-saya)

Jadi, cukup beralasan jika seorang Bahlil bakal disorong sebagai sosok ketum pengganti Airlangga. Dengan terpilihnya Bahlil, maka peluang pak Lurah bakal menduduki posisi Ketua Dewan Pembina, diharapkan bakal terlaksana tanpa banyak halangan.

Dengan posisi barunya pasca lengser di Oktober mendatang, pak Lurah otomatis bakal punya kendaraan politik baru setelah ‘ditendang’ dari partai Banteng.

Apa ‘dosa’ seorang Airlangga sehinga dirinya harus dikudeta?

Ada beberapa.

Pertama, Airlangga diterpa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku minyak goreng. Di 2023 silam, Kejagung telah mendalami kasus ini, namun sempat mati suri sejak gelaran pilpres 2024.

Berdasarkan penyelidikan, Kejagung telah menetapkan raksasa grup bisnis sawit sebagai tersangka, yakni: Wilmar, Musimas dan Permata Hijau, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 6,47 triliun. Padahal ketiga eksportir tersebut tidak memenuhi syarat dan layak ditolak. Kok dikasih privilege? (https://www.cnbcindonesia.com/news/20230718103910-4-455251/airlangga-dipanggil-kejagung-ini-kronologi-kasus-cpo)

Wajar jika kemudian sosok Airlangga dijadikan ‘sasaran tembak’, mengingat kelangkaan minyak goreng di pasaran yang terjadi pada 2022 silam (yang berakibat pada naiknya harga migor), ditenggarai karena adanya ijin ekspor yang dikeluarkan kementerian yang saat itu menjadi kewenangannya.

Saat itu, nama Airlangga berhasil lolos dari lubang jarum, karena ada tumbal yang kena ciduk yaitu Indrasari Wisnu Wardhana selaku pejabat eselon satu Kemendag kala itu. Ke depan siapa yang bisa jamin kalo dirinya bakal ‘aman’?

Masuk akal jika Airlangga ‘dipaksa’ turun jika ingin dirinya tidak terseret kasus korupsi ekspor CPO di 2022 silam. Aliasnya, Airlangga telah tersandera kasus oleh pak Lurah.

Kedua, Airlangga dinilai sebagai sosok yang nggak cukup loyal terhadap pak Lurah. Langkah pragmatis Airlangga untuk mendekat pada sosok Prabowo selaku presiden mendatang, dianggap sebagai ancaman bagi pak Lurah.

Anda mungkin masih ingat saat Airlangga menguji cobakan proyek makan siang gratis di salah satu sekolah di provinsi Banten pada akhir Februari silam. Ngapain diujicobakan saat dirinya masih menjabat sebagai salah satu menteri-nya pak Lurah? (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240229165507-4-518677/makan-siang-gratis-program-prabowo-kok-airlangga-yang-uji-coba)

Ini tentu ada kaitannya dengan bargaining position yang diajukan Airlangga kepada Prabowo pada postur kabinet mendatang. Kalo nggak, ngapain repot-repot uji coba, toh Airlangga nggak punya kepentingan soal itu?

Dan ini cukup membuat pak Lurah meradang.

Tambahan lagi, sasus beredar bahwa nama Bahlil nggak ada dalam kantong Prabowo pada postur kabinet mendatang. Makin lengkap-lah pak Lurah menjagokan loyalis dirinya tersebut sebagai ketum. Paling nggak kedua orang itu punya kepentingan yang sama.

Pertanyaannya: kenapa pak Lurah ngotot agar bisa mengendalikan Golkar?

Ada beberapa pertimbangan.

Pertama dirinya nggak punya perahu untuk berpolitik pasca lengser. Padahal pak Lurah punya legacy untuk membangun IKN selain memperkuat posisi anak-anaknya sebagai politisi muda. Kalo nggak ada tempat berlabuh, mungkinkah niatnya itu terwujud?

Kedua, pak Lurah sadar posisi, bahwa sesungguhnya cek kosong telah Prabowo kantongi sebagai penggantinya kelak. Apa ada ‘sanksi’ yang harus ditanggung Prabowo jika seandainya dirinya tidak lagi berpihak kepada pak Lurah saat dirinya menjabat?

Nggak ada, bukan?

Lain cerita jika pak Lurah pegang kendali pada partai runner-up, yang bisa dijadikan ‘senjata’ andai saja Prabowo bertindak semena-mena pada anak sulungnya yang dijadikan ‘ban serep’ pada pemerintahannya mendatang. Jadi, pak Lurah masih punya amunisi untuk mengendalikan Prabowo.

Dan yang terpenting, pak Lurah perlu bantalan politik saat dirinya nggak lagi menjabat, agar tidak terseret segudang kasus hukum atas kebijakan kontroversial yang pernah diambilnya saat masih berkuasa.

Belum lagi jika ditengah jalan Prabowo bakal memadu kasih dengan emak Mega dan bersepakat menendang kroni-kroni pak Lurah dari pemerintahannya, itu bisa-bisa saja terjadi, bukan?

Aliasnya, niatannya untuk take-over partai Beringin merupakan langkah yang paling tepat dan strategis. Setidaknya, jika anda berada pada posisi pak Lurah, langkah serupa mungkin saja anda ambil, kan?

Pertanyaan penutup: berhasilkah pak Lurah memenuhi hasrat ingin berkuasanya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)

 


error: Content is protected !!