Kontroversi Djokovic
Oleh: Ndaru Anugerah
“Sebenarnya kasus yang menyasar Novak Djokovic, kenapa bikin heboh dunia ya Bang? Bukankah siapapun yang belum divaksin, memang aturannya nggak boleh memasuki Australia?” tanya seorang netizen.
Saya coba jawab pertanyaan itu, tentunya dengan kacamata geopolitik.
Jika anda hanya mendapatkan informasi dari media mainstream, maka informasi sepotong yang akan anda dapatkan. Anda pasti ingin dapat gambaran utuh, bukan?
Siapa nggak kenal Novak Djokovic?
Sosok petenis nomer wahid asal Serbia tersebut, tercatat sebagai pemegang rekor dunia terlama sebagai petenis ‘numero uno’, bahkan mengalahkan rekor yang dibuat petenis legendaris Roger Federer. (https://en.wikipedia.org/wiki/Novak_Djokovic)
Masalah muncul, saat Australia Open digelar di negeri Kanguru pada awal tahun ini, dimana dirinya berencana ikutan diajang grand slam tersebut. Ada satu syarat yang ditetapkan panitia turnamen, dimana semua peserta wajib sudah divaksin, tanpa pengecualian. (https://www.bbc.com/news/world-australia-59876203)
Perlu anda ketahui, bahwa soal vaksinasi, sikap Djokovic nggak pernah ‘jelas’. Apakah sudah divaksin atau belum, hanya mang Dudung yang tahu.
Satu yang pasti, dirinya bersama dengan istrinya pernah terinfeksi Kopit pada Juni 2020 silam, saat menggelar Adria Tur yang bertujuan menggalang dana bagi para korban virus Kopit. (https://www.essentiallysports.com/novak-djokovics-health-update-after-getting-infected-by-coronavirus-atp-tennis-news/)
Dan setelah menjalani masa karantina, Djokovic dinyatakan sembuh.
Menanggapi rencana tur grand slam di Australia Open, Djokovic kirim surat ke panitia, yang intinya agar diperbolehkan main. Singkat cerita, permohonan dikabulkan, dan berbekal kartu pass yang dia dapatkan, Djokovic meluncur ke Melbourne. (https://twitter.com/DjokerNole/status/1478319120626196482?s=20)
Masuk akal lah, seorang Djokovic dikasih pengecualian. Masa iya sekelas grand slam, pemain intinya nggak nongol dan hanya pemain dari tim ‘hore’? Serunya dimana? Mendingan nonton Upin Ipin di tivi aja. “Nggak ada lu, nggak rame!” begitu kurleb-nya. (https://theconversation.com/secrecy-surrounding-djokovics-medical-exemption-means-star-can-expect-a-hostile-reception-on-centre-court-174331)
Namun sial, bukan sambutan hangat yang didapat Djokovic, malah perlakuan ‘brutal’ yang dipertontonkan pemerintah Australia. “Djokovic gagal menunjukkan ‘bukti’ untuk bisa masuk ke Australia, sehingga visanya dibatalkan,” begitu ungkap mereka. (https://www.abc.net.au/news/2022-01-06/live-novak-djokovic-visa-reactions/100741054#live-blog-post-1207369403)
Apalagi bukti yang dimaksud selain green passport alias kartu vaksin.
Pernyataan yang dikeluarkan Karen Andrews selaku mendagri Australia, menegaskan hal itu. “Semua kedatangan ke Australia, harus bisa memberikan bukti bahwa mereka telah divaksin, kecuali mereka dapat menunjukkan keterangan medis kalo mereka nggak bisa divaksin.” (https://www.abc.net.au/news/2022-01-06/novak-djokovic-the-unlikely-hostage-in-petty-political-saga-/100741720)
Ini jelas lucu, karena Djokovic terbang ke Australia setelah mendapatkan ijin secara khusus dari panitia, yang logikanya sudah berkoordinasi dengan otoritas berwenang. Kalo kemudian ini dimentahkan, yang salah bukan Djokovic-nya, tapi sang pembuat kebijakan.
Bukankah Djokovic telah mengikuti prosedur yang ada dan nggak main nyelonong ke negara orang? (https://www.abc.net.au/news/2022-01-06/live-novak-djokovic-visa-reactions/100741054#live-blog-post-1207369680)
Singkat cerita, Djokovic dimasukkan ke camp karantina Kopit di Park Hotel yang ada di Carlton, Australia.
Asal tahu saja, tempat ini sebenarnya fasilitas penahanan dan juga tenpat pengungsian dan para pencari suaka politik, yang nggak ‘tepat’ untuk seorang bintang sekelas Djokovic.
Mendengar kabar Djokovic, pendukung setianya di Serbia, mengutuk tindakan semena-mena pemerintah Canberra yang menempatkan sang bintang di hotel yang ‘kesohor’ itu. (https://balkaninsight.com/2022/01/07/protests-in-serbia-montenegro-denounce-djokovics-detention-in-australia/)
Karena mengalami perlakuan ini, akhirnya pihak Djokovic mengajukan gugatan ke pengadilan setempat.
Dan kemarin (10/1), hakim Anthony Kelly menilai bahwa keputusan pemerintah Australia yang bertindak sepihak dalam mencabut visa Djokovic, sebagai tindakan yang nggak masuk akal. (https://www.reuters.com/article/uk-tennis-australia-djokovic-idUKKBN2JK05U)
Dengan demikian, Djokovic telah dibebaskan dari tahanan imigrasi dan berhak mengikuti turnamen grand slam Australia Open.
Cerita berakhir disini, jika sekali lagi media mainstream yang jadi rujukan anda.
Lantas, bagaimana kontroversi seputar Djokovic dimaknai secara geopolitik?
Kasus yang menimpa Djokovic, hanya merupakan puncak gunung es. Ada target yang lebih besar lagi yang hendak diserang oleh kartel Ndoro besar.
Maksudnya?
Anda tahu Serbia, tempat Djokovic berasal? Disana ada benih ‘pembangkangan’ terhadap program besar sang Ndoro. Bagi orang Serbia, Kopit bukanlah sesuatu yang bisa menakut-nakuti hidup mereka, setiap harinya.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Karena peran seorang presiden bernama Aleksandar Vucic. Dalam menangani masalah plandemi, Vucic nggak seperti kebanyakan kepala negara Balkan lainnya, yang langsung telan program vaksinasi dengan menyuntik massal warganya sesuai arahan yang diberikan sang Ndoro.
Jadi, kalo di Serbia program enjus massal ada, itu bukanlah kewajiban yang harus diambil tiap warga negara. Menjadi lumrah jika seorang Djokovic nggak mengambil program vaksinasi, karena memang negaranya nggak mewajibkan program tersebut.
Kok bisa seorang Vucic mengambil jalur anti-mainstream?
Karena ada penasihat kesehatan yang kasih masukkan ke dirinya. Namanya Dr. Branimir Nestorovi yang merupakan pakar paru Serbia. Pada Mei 2020 silam, Nestorovi kasih masukan ke presiden Vucic agar orang muda yang sehat dengan sengaja diinfeksi dengan virus Kopit.
Sebaliknya, orang yang rentan terinfeksi, diberi perlindungan agar nggak tertular. Bisa dikatakan mirip dengan model kekebalan kawanan yang dikembangkan di Swedia pada awal-awal plandemi.
Dan berkat masukan yang diberikan Dr. Nestorovi, plandemi Kopit di Serbia berakhir pada 15 Juni 2020. Kalo sudah berakhir, gunanya vaksin apa?
Selain itu, presiden Vucic berkali-kali muncul di televisi dan menegaskan sikap anti-vaksinnya. (https://www.abc.net.au/religion/lessons-from-serbia-on-vaccine-hesitancy/13581914)
Bisa ditebak, gimana gusarnya sang Ndoro melihat ‘keberhasilan’ yang diraih Serbia. Bahkan demi mematahkan kesuksesan ini, utusan khusus WHO sengaja diterjunkan ke negara tersebut pada Oktober 2021 silam. “Infeksi harian di Serbia lebih tinggi ketimbang negara Eropa lainnya,” demikian ungkapnya. (https://rs.n1info.com/vesti/ivanusa-ozbiljna-situacija-u-srbiji-mozda-i-najteza-od-pocetka-pandemije/)
Itu pertama.
Yang kedua, sikap politik presiden Vucic yang kian hari kian mendekat ke Rusia, jelas buat negara-negara Barat gusar.
Saat negara-negara Eropa lainnya kekurangan pasokan gas, hal ini nggak berlaku pada Serbia yang tetap mendapatkan ‘jatah’ dari Rusia dengan harga ‘bersahabat’. (https://balkaninsight.com/2021/11/24/serbia-russia-gas-deal-seen-certain-but-at-what-price/)
Dan terakhir yang bisa buat geram adalah komitmen bersama yang dibuat Rusia dan Bosnia untuk memerangi pemberontakan ‘bayaran’ yang lazim dikenal sebagai Revolusi Warna. “Revolusi warna adalah instrumen Barat untuk mengacaukan negara berdaulat,” begitu kurleb-nya. (https://www.independent.co.uk/news/world/americas/us-politics/serbia-russia-aleksandar-vucic-belgrade-nikolai-patrushev-b1969494.html)
Dengan situasi ini, menjadi wajar jika sosok Djokovic yang dianggap sosok ‘sempurna’ kemudian menjadi sasaran kemarahan antek-antek Ndoro besar, dengan mempertontonkan aksi sepihak.
Pesannya jelas bagi presiden Vucic: “Kalo ente masih membandel, siap-siap aja kesulitan berikutnya akan ente dapatkan!”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments