Seolah-olah


504

Jelang pilpres 2019, suasana masih terlihat kondusif. Minimal tidak ada kejadian aneh-aneh yang bisa mengganggu keamanan stabilitas nasional. Namun ini tidak bisa dijadikan acuan bahwa situasinya aman-aman saja. “Rawan terkendali,” begitu ungkap seorang narsum yang jadi politisi di Senayan.

Terus apa dong yang bisa dijadikan acuan, bahwa kondisinya dapat dikatakan ‘rawan’?

Konteks politik nasional, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal dalam negeri ansich. Faktor eksternal juga kasih kontribusi. Bahkan lebih banyak porsinya. Mengapa demikian? Karena faktor eksternal inilah yang mendorong faktor internal untuk bergerak sesuai skenario mereka. Dan itu sedang terjadi saat ini.

Apakah faktor eksternal yang dimaksud?

Badan dunia, salah satunya. Tercatat lembaga Bretton Woods sekelas World Bank alias Bank Dunia, dipaksa keluar suara menanggapi kinerja pemerintahan Jokowi. Adalah Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim sebagai peniup peluitnya. Menurut laporannya, dikatakan bahwa proyek infrastruktur yang masif digelar (pemerintahan Jokowi), tak lain adalah proyek tak layak pakai, alias asal-asalan.

Entah bagaimana kok bisa keluar pernyataan tersebut, mengingat Jim Yong Kim berencana hengkang dari jabatan sebagai Presiden Bank Dunia per Februari 2019 ini. Belakangan pernyataan tersebut direvisi karena ditulis pada tahun 2014 sebelum Jokowi dilantik.

Kalo iya pernyataan itu dibuat dan menyasar pemerintahan sebelumnya, apa relevansinya? Kenapa kok baru ramainya sekarang? Kenapa pernyataan lawas dimunculkan kembali tepat di tahun politik? Siapa yang kira-kira bermain? Lihat siapa ‘tangan’ yang menggerakkan lembaga Bretton Woods.

Ini jadi lengkap karena pada saat yang hampir bersamaan majalah ekonomi yang punya reputasi internasional, The Economist, juga mengeluarkan tulisan yang kurang lebih sama: Indonesia’s economic growth is being held back by populism (17/1).Dikatakan bahwa pemerintahan Jokowi sudah mulai kehilangan kepercayaan investor karena nggak becus menggarap sektor ekonominya.

Siapa yang bermain dibelakang The Economist, saya juga sudah sering nulis. Kelompok yang sama yang menjadi dalang atas lembaga-lembaga Bretton Woods.

Singkatnya ada upaya menggiring opini intenasional bahwa pemerintahan Indonesia dibawah Jokowi, tengah mengalami keterpurukkan. Solusinya jelas, harus ada suksesi atas kepemimpinan beliau. Dan sosok jenderal pecatan kini tengah dipersiapan untuk mengambil alih tahta tersebut.

Sedemikian pentingkah seorang Jokowi bagi mereka, sehingga ‘harus’ ditumbangkan?

Jawabannya iya. Alasannya sederhana. Yang paling mencolok adalah aksi take over saham Freeport dan yang kedua adalah kemesraan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Cina. Dua alasan inilah yang mampu menggerakkan sentimen negatif mereka atas diri Jokowi.

Bayangkan kalo seandainya semua hak konsesi SDA milik asing yang ada di Indonesia di Freeport-kan, jatah kue yang akan didapat pasti akan jauh berkurang. “Masa investor kakap mau disamain sama pedagang pasar Glodok?” Dan kalo sudah nyangkut duit, apapun bisa dilakukan.

Belum lagi kalo lihat sinyalemen, bahwa bisa-bisa saja hak konsesi SDA alam tersebut kemudian dialihkan ke Cina yang notabene-nya musuh ideologis kapitalisme. Maka akan bisa menjadi bahan bakar yang cukup untuk menggelar aksi yang lebih besar, yaitu perang.

Dengan kata lain, pilpres 2019 sebenarnya adalah pengulangan kembali gelaran di 2014 lalu. Tapi kali ini lebih dahsyat karena sepak terjang Jokowi bukan saja sukses membuat gerah faktor eksternal, namun juga pihak internal. Coba lihat tingkah para politisi yang dulu biasa nge-garong uang rakyat, sudah dibuat mati gaya oleh sosok pakde.

Jangan aneh kalo suasana panas di hampir semua lini dihembuskan, karena kantong yang biasa digasak kini sudah tak ada. “Kita bicara tentang periuk nasi yang diobok-obok sama seorang tukang kayu,” demikian celoteh seorang teman diskusi diujung sana.

Ke depan kita akan lihat bagaimana langkah-langkah yang akan diambil oleh the Rothschild dalam menekuk langkah catur sang tukang kayu. Akankah kedudukan akhirnya menang atau malah keok? Yang jelas kotak Pandora sudah dibuka dan pasti akan ada kejutan ditiap kotaknya…

Ini momen bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia. Jangan sampai kita hanya sibuk memposisikan diri sebagai penonton dan tidak ambil bagian dalam mendukung langkah sang tukang kayu untuk menegakkan kedaulatan negeri tercinta. Apa mau negeri kita bernasib seperti Venezuella?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!