HTI is Dead


504

HID = HTI is Dead

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Siapa yang nggak kenal kelompok yang satu ini? Organisasi ekslusif, yang keanggotaan-nya pun diberi level. Yah mirip-mirip maen game, lah. Ada level 3, level 2 sampe level 1. Sebenar-nya kelompok ini merupakan kelompok klandestin, alias gerakan bawah tanah. Yang namanya gerakan bawah tanah, yah aktivitas-nya pasti nggak kasat mata, tapi dampak-nya sangat bisa dirasa. Mirip-mirip kentut, pssss… gak terlihat tapi langsung tercium bau-nya..

Hizbut Tahrir alias HT pertama kali dibesut oleh Taqiyuddin an-Nabhani mantan anggota Ikhwanul Muslimin, pada tahun 1953. Spirit-nya back to Qur’an. Nabhani sendiri sukses membuat kitab Daulah Islam (negara Islam)dan kitab Mafahim yang sudah diterjemahkan keberbagai negara, termasuk Indonesia. Siapa sosok Nabhani sebenar-nya? Dia dulu-nya banyak bergaul sama pentolan Arab Komunis yang di bek-ap sama Uni Sovyet untuk merontokkan rezim sekular yang disokong oleh Amerika Serikat. Setelah terbentuk, HT sendiri dikabar-kan juga bersekutu dengan sisa-sisa Nazi Hitler. Amin al-Housseini, yang adalah guru politik Nabhani, merupakan pentolan sekaligus sekutu Nazi dikawasan Arab dalam upaya menumpas Yahudi. Tak heran kalo gerakan Khilafah HT mirip-mirip gerakan komunisme internasional rasa Nazi Hitler. Kok bisa? Khilafah Islamiyah hanya mungkin terjadi lewat revolusi global, bro… dan hanya komunisme yang punya style model gini.. Selanjutnya, HT bermarkas di London-Inggris, karena mayoritas negara dari mulai Mesir, Arab Saudi, Turki, Suriah, Kazakhstan, Perancis, Jerman, sampe Malaysia dan Rusia rame-rame melarang gerakan ini bercokol dinegara-nya. Bahkan Cina dan Rusia tak segan-segan mencap organisasi ini sebagai organisasi teroris. Ironis-nya, walaupun organisasi ini pertama berdiri di Yordania, tapi Yordania-pun menendang keluar HT dan memberi label organisasi terlarang, karena sifat-nya yang dikit-dikit kebelet makar.

Goyang neng…

Di Indonesia sendiri, HTI masuk pada tahun 1983 lewat seorang WN Australia keturunan Arab bernama Abdurrahman al-Baghdadi. Adalah KH Abdullah bin Nuh pendiri ponpes Al-Ghazali Bogor yang menjadi promotor kedatangan Baghdadi ke Indonesia. Lewat safari dakwah ke kampus-kampus dan pesantren-pesantren, HTI hanya yang awalnya beranggota-kan 17 orang, jumlahnya terus meningkat pesat. HTI menemukan inang-nya di Institut Pertanian Bogor. Maka tak heran kalo aktivis dan ustadz-ustadz HTI kebanyakan berasal dari IPB. Dan ini pula yang bisa menjawab adanya aktivitas baiat sekitar 2500 mahasiswa untuk mendirikan Khilafah Islamiyah di kampus hijau tersebut, tempo hari. “Kalo mau tau real-nya, mereka bergerak di masjid kampus Al-Ghifari, bang,” celetuk junior saya di IPB.

Di Indonesia sendiri, terutama pasca Reformasi 1998, HTI makin masif dalam bergerilya. Mereka telah menerbitkan buletin Al-Islam dan majalah bulanan Al-Wa’ie, yang disebar dalam jumlah yang besar baik dikalangan internal, maupun di mesjid-mesjid. Isi tulisan-nya sungguh provokatif, apalagi kalo nggak ngejelek-jelekin demokrasi, dan ujung-ujungnya jualan Khilafah deh…

Tahun 2000, HTI membesut acara Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah di Senayan, Jakarta. 5000 kader nongol disana. Tahun 2004, mereka kembali turun ke jalan dengan membawa rombongan 20ribu kader, untuk menyuarakan penegakkan syariat dan Khilafah Islamiyah di Indonesia. Gerakan mereka makin mendapat lahan subur, ketika pilkada DKI, dimana Eep Saefullah Fatah melegitimasi penggunaan mesjid sebagai ajang propaganda politik. Ibarat zombie yang mendapat darah segar, mereka-pun langsung beringas beraksi. Walhasil, politik mayat hingga khotbah-khotbah yang mengharamkan memilih pemimpin non-muslim-pun sukses digelar, dan kita udah tau bersama-sama ending-nya. Cukup? Ntar dulu neng…

Di jagat dunia maya, mereka-pun masif bergerilya. Masih segar dalam ingatan kita gimana seorang mualaf plus ustadz karbitan Felix Siauw berkomen ria di twitter: “Nasionalisme nggak ada dalil-nya.” Wat-de-fak… Mereka juga tak segan-segan memprovokasi militer dan kepolisian untuk memakzulkan jokowi dan membubarkan NKRI. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam. Ini sudah waktunya membela Islam. Ambil kekuasaan itu dan serahkan kepada HT untuk mendirikan Khilafah. Bila tentara Islam bergerak, tidak perlu menghabiskan waktu satu hari” demikian ucapan Ketua DPP HTI Rokhmat S. Labib. Ckckck…Gile, kan?

Gerakan mereka sudah menyebar kemana-mana. Bahkan di instansi-instansi pemerintah. TVRI sendiri yang notabene televisi milik pemerintah, sampe rela-relanya menyiarkan acara Muktamar Khilafah Islamiyah HTI yang diadakan tahun 2013 di Stadion GBK. Konten acaranya: tolak Pancasila, tolak  nasionalisme dan tolak demokrasi. Gak mau ketinggalan, TransTV juga ikut-ikutan menjadi corong penyebaran paham HTI dengan slot acara “Berita Islam Masa Kini”. Tahun 2015, acara yang dipandu oleh Teuku Wisnu pernah mengundang tokoh kontroversial Khalid Basalamah pentolan Wahabi yang ceramahnya doyan membuat resah plus mengkafir-kan orang. Saking kesel-nya, Forum Umat Islam Damai-pun pernah menyerukan untuk memboikot acara TV tersebut. Bahkan di sekolah-sekolah, kader HTI melarang siswa untuk mengikuti upacara bendera dan tidak mengakui Pancasila. “Thogut alias berhala,” kilah mereka.

Strategi yang mereka jalankan adalah penyesatan publik dan kebanggaan yang tinggi terhadap golongan-nya, dengan cara: menjelek-jelekan pemerintah terutama presiden-nya, mengadu domba umat Islam dan juga meng-kafirkan orang yang tidak sepaham serta mengadu domba antar aparat negara dengan pejabat tinggi negara. Tujuan-nya tercipta kondisi kacau, pecah revolusi, dan eng-ing-eng, nongol lah mereka dengan khilafah-nya….Parah-nya lagi, HTI lumayan licik dalam bergerak, mirip-mirip PKS kembarannya. Kalo merasa kuat, mereka memaki-maki demokrasi, tapi kalo merasa tersudut seperti digeruduk sama Ansor & Banser, mereka kibar bendera putih sambil bilang “Islam jangan mau diadu domba..” Dikit-dikit Islam. Seolah Islam adalah monopoli milik mereka. Hadeuw….

Setelah mengamati gerakan mereka masak-masak selama setahun, maka pemerintah-pun akhirnya membubarkan HTI. Keputusan yang cukup berani, mengingat presiden-presiden sebelum-nya, bahkan yang berlatar belakang militer-pun, cenderung permisif dan memeluk erat HTI. Seakan takut kehilangan dukungan, walau-pun kepentingan dan keutuhan negara dipertaruhkan. Salut buat pakde jokowi.

Tindakan ini harus-nya diikuti dengan sterilisasi mesjid-mesjid. Para takmir & marbot, wajib disertifikasi kalo nggak jangan dibolehin kasih ceramah dan tinggal di mesjid. Sekolah-sekolah negeri terutama madrasah juga sama. Ganti kepala sekolah yang jadi kader ataupun simpatisan HTI dengan Islam nusantara, seperti NU. Acara-cara di TV jg sami-mawon. Tutup acara yang mengusung propaganda HTI dan ujaran kebencian, serta kasih kewajiban stasiun televisi untuk menayangkan lagu-lagu nasional. Langkah-langkah ini harus cepat direalisasikan, mengingat cengkraman kuat HTI sudah merangsek ke setiap sendi kehidupan kita. “Bak musuh dalam selimut. Alih-alih yang nongol neng Firza, eh taunya Saeful Jamil..” Pasti akan ada reaksi dari mereka. Ibarat mau sembuh sakit, obat sepahit apa-pun harus mau diminum, biar bisa sembuh. Satu hal lagi, pakde: Nggak pake lama….soalnya kita berpacu dengan waktu, bukan “Berpacu dalam Melodi”. Satu lagi pakde: kasih label organisasi terlarang buat HTI, sehingga publik tau kalo HTI sama jahatnya dengan PKI.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!